JAKARTA, KOMPAS.com – Human Initiative meluncurkan program Decent Work and Settlement for Refugee Assistance Program (DREAM) untuk memberdayakan para pengungsi di Indonesia.
Program hasil kolaborasi dengan Citi Foundation ini menyasar 220 pengungsi yang tersebar di tiga wilayah dengan konsentrasi pengungsi tertinggi, yakni Jabodetabek, Medan (Sumatera Utara), dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Presiden Human Initiative Tomy Hendrajati menjelaskan, program DREAM akan memberikan dukungan berupa housing allowance dan pelatihan keterampilan untuk memfasilitasi integrasi serta meningkatkan keterampilan agar memperbesar peluang untuk dapat bekerja di negara yang akan dituju.
"Program DREAM merupakan wujud nyata kolaborasi multipihak untuk mendukung pengungsi. Pemberian housing allowance dan pelatihan keterampilan diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi para pengungsi untuk hidup lebih bermartabat," ujar Tomy dalam acara peluncuran DREAM di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: Presiden Human Initiative: Kami Sadar, Kolaborasi adalah Kunci
Director & Country Head of Public Affairs Citi Indonesia Puni Ayu Anjungsari menjelaskan, program ini merupakan bagian dari Citi Foundation Global Innovation Challenge yang menyediakan dana 25 juta dollar AS atau Rp 390 miliar untuk 50 organisasi di seluruh dunia. Human Initiative menjadi satu-satunya lembaga dari Indonesia yang terpilih dalam program ini.
"Tidak banyak (organisasi) yang dipilih oleh Citi Foundation karena seluruh dunia cuma 50. Makanya, kami sangat bangga bisa bermitra dengan Human Initiative karena (program) yang mereka lakukan ini sebetulnya juga tidak hanya untuk kemanusiaan, tapi juga atas nama Indonesia," kata Puni.
Puni menambahkan, pemilihan keterampilan yang akan diajarkan telah disesuaikan dengan kebutuhan negara tujuan para pengungsi. Beberapa di antaranya adalah kemampuan berbahasa Inggris, pembukuan, literasi keuangan, pengembangan web, dan ilmu data.
"Kami lihat dulu apa yang dibutuhkan negara tersebut. Jangan sampai kalau mereka menuju ke suatu negara, seperti Australia yang dibutuhkan mungkin perawat, kami melatihnya sebagai tukang cukur. Itu tidak akan matching," jelasnya.
Baca juga: Human Initiative: Kolaborasi Kemanusiaan Diperlukan untuk Mengatasi Krisis Global
Hingga akhir 2023, lebih dari 122 juta orang terpaksa meninggalkan negara asal mereka dan menjadi pengungsi.
Khusus di Indonesia, berdasarkan data United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) per November 2024, jumlah pengungsi dan pencari suaka mencapai 12.083 orang.
Rinciannya adalah 8.068 pengungsi dan 4.015 pencari suaka dengan 69 persen di antaranya orang dewasa dan 29 persen anak-anak. Mereka berasal dari berbagai negara, seperti Afghanistan, Myanmar, Somalia, Yaman, dan Sudan.
Meski demikian, Kepala Bidang (Kabid) Penanganan Kejahatan Luar Biasa Deputi V Kamtibmas Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Komisaris Besar (Kombes) Popon Ardianto Sunggoro mengakui terdapat penolakan masyarakat terhadap kedatangan pengungsi, terutama di Aceh.
Baca juga: Gelar Local Champion Forum 2024, Human Initiative Gandeng 25 Aktor Lokal Penggerak Masyarakat
"Sejak Februari hingga November 2024, tercatat tujuh kali kedatangan dengan total 742 pengungsi Rohingya. Berbeda dengan periode sebelumnya, kali ini masyarakat Aceh tidak terbuka menerima kedatangan mereka," ungkap Popon.
Dalam menangani pengungsi, Popon menjelaskan, Pemerintah Indonesia berpegang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Perpres ini menjadi dasar berbagai upaya penanganan, mulai dari penemuan, pengamanan, penampungan, pengawasan, hingga kerja sama internasional.
Untuk memperkuat penanganan pengungsi, Kemenko Polhukam juga telah membentuk Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri melalui SK Menko Polhukam Nomor 25 Tahun 2024. Kebijakan ini mengedepankan prinsip non-diskriminatif dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam menangani pengungsi di Indonesia.
Direktur Fasilitasi Korban dan Pengungsi Kedeputian Kedaruratan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nelwan Harahap menyambut positif upaya Human Initiative.
Baca juga: Human Initiative Salurkan Hewan Kurban bagi 156.097 Orang di Pelosok
Ia menilai, program DREAM sebagai solusi nyata untuk memberdayakan pengungsi. Dengan demikian, pengungsi memiliki harapan baru.
"Pengungsi bukan hanya pihak yang membutuhkan perlindungan, melainkan juga memiliki potensi untuk berkontribusi pada pembangunan komunitas di masa depan. Program ini membantu mereka membangun masa depan yang lebih baik dan bisa menjadi model kolaborasi di masa mendatang," ucap Nelwan.
Program yang akan berjalan selama dua tahun ini menggandeng Talent Beyond Boundaries untuk mempersiapkan para pengungsi masuk ke Talent Catalog. Kolaborasi ini bertujuan meningkatkan katalog lowongan kerja dan memperluas akses kesempatan kerja di negara-negara, seperti Australia dan Inggris.
Tomy menyatakan bahwa kriteria pemilihan penerima program cukup ketat. Para pengungsi harus memiliki kartu identitas dari International Organization for Migration (IOM) atau UNHCR, serta menunjukkan motivasi dan kemauan untuk mengikuti program peningkatan keterampilan.
Baca juga: Initiative Forum 2024, Membangun Ekosistem Kemanusiaan yang Berkelanjutan
Meski jumlah penerima dibatasi, minat pengungsi untuk mengikuti program ini sangat tinggi.
"Kami tahu, tantangannya (adalah) pengungsi sering kali berpindah-pindah tempat tinggal. Oleh karena itu, pendampingan akan membantu memastikan peserta tetap disiplin dan fokus dalam menyelesaikan pelatihan," jelasnya.
Human Initiative dan Citi Foundation berharap, program ini menjadi model kolaborasi yang bisa direplikasi di berbagai wilayah, baik di Indonesia maupun secara global. Dengan dukungan pemerintah dan sektor swasta, DREAM diharapkan dapat membuka akses ekonomi yang lebih luas bagi pengungsi.
"Kami ingin kolaborasi ini menginspirasi banyak pihak. Program ini membuktikan bahwa melalui sinergi lintas sektor, kita bisa menciptakan dampak nyata dan solusi berkelanjutan bagi pengungsi," pungkas Puni.
Baca juga: Initiative Forum 2024, Sinergi Lintas Sektor Hadapi Tantangan Global
Salah satu pengungsi yang menjadi penerima hak program DREAM, Mohammad Ilyas, mengatakan bahwa program ini memberinya harapan baru untuk bekerja, belajar, dan menjadi bagian dari komunitas yang lebih luas.
"Sebagai pengungsi, saya tidak hanya ingin berlindung, tetapi juga membangun hidup yang berarti," ucapnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya