KOMPAS.com - Negara kepulauan tetangga Indonesia, Vanuatu, diguncang gempa hebat bermagnitudo 7,3 pada Selasa (17/12/2024).
Gempa bumi tersebut menimbulkan kerusakan hebat. Sedikitnya 14 orang dilaporkan tewas akibat gempa, sebagaimana dilansir AFP.
Sama seperti Indonesia, letak Vanuatu dilewati oleh Cincin Api Pasifik atau Pacific Ring of Fire, sabuk gunung berapi dan lempeng tektonik yang membentang di kawasan Pasifik.
Baca juga: Produksi Kentang Terancam karena Perubahan Iklim
Letak tersebut membuat Vanuatu kerap diguncang gempa bumi karena berada di zona yang sangat aktif secara seismik.
Di satu sisi, negara-negara kini harus lebih waspada karena menurut penelitian terbaru, perubahan iklim bisa saja mengubah pola gempa bumi.
Menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan Colorado State University (CSU), perubahan iklim bisa memicu gempa bumi lebih sering.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Geology tersebut menganalisis Pegunungan Sangre de Cristo di Colorado selatan, Amerika Serikat (AS), sebuah pegunungan dengan patahan aktif yang membentang di sepanjang tepi baratnya.
Saat melakukan studi, tim peneliti menemukan bahwa patahan di sana telah tertahan oleh berat gletser selama zaman es terakhir. Namun, saat es mencair, pergerakan di sepanjang patahan meningkat.
Baca juga: Negara Kaya dan Kepulauan Saling Tuding soal Biang Kerok Perubahan Iklim
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas seismik di sepanjang patahan dapat menjadi lebih sering terjadi ketika gletser mencair.
"Perubahan iklim terjadi pada tingkat yang jauh lebih cepat daripada yang kita lihat dalam catatan geologi," kata penulis pertama studi tersebut, Cece Hurtado, sebagaimana dilansir Euronews, Jumat (20/12/2024).
Ia menambahkan, temuan itu menunjukkan bahwa saat perubahan iklim mengubah beban es dan air, area tektonik aktif mungkin menjadikan gempa bumi lebih sering karena kondisi yang berubah dengan cepat.
"Kita melihat ini dalam penyusutan gletser pegunungan yang cepat di Alaska, Himalaya, dan Alpen. Di banyak wilayah ini, terdapat juga tektonik aktif," sambungnya.
Dalam studi-studi sebelumnya, ditemukan bahwa selama ini iklim menyesuaikan diri dengan perubahan seismik di permukaan Bumi.
Baca juga: Negara Kepulauan Kecil Hadapi Bencana akibat Perubahan Iklim
Contohnya, aktivitas tektonik pegunungan mengubah sirkulasi atmosfer dan curah hujan, sebagaimana dilansir Phys.org.
Akan tetapi, baru sedikit penelitian yang menyelidiki pengaruh iklim terhadap aktivitas tektonik. Dan penelitian ini merupakan satu dari sedikit penelitian yang menghubungkan aktivitas seismik dengan iklim.
Penulis lain dari studi tersebut, Sean Gallen, menuturkan, temuan tersebut memberikan informasi penting tentang faktor apa saja yang memicu gempa bumi, sehingga menjadi informasi penting untuk asesmen bahaya.
"Ini adalah bukti yang meyakinkan. Ini menunjukkan bahwa atmosfer dan bumi padat memiliki hubungan erat yang dapat kita ukur di lapangan," ujarnya.
Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Padang Tundra Arktik Lepaskan Lebih Banyak Emisi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya