Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/12/2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Programme (UNDP) menyoroti pentingnya kawasan Laut Arafura dan Laut Timor atau Arafura and Timor Seas (ATS) bagi pembangunan berkelanjutan.

Program Manager Nature Climate Energy UNDP Iwan Kurniawan mengatakan, Laut Arafura dan Laut Timor juga penting untuk mengatasi tiga krisis planet utama yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan juga polusi.

Hal tersebut disampaikan Iwan dalam penutupan Proyek Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) di Jakarta, Jumat (27/12/2024).

Baca juga: Pengusaha Minerba Diminta Terapkan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

ATSEA-2 merupakan proyek kolaborasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI dan UNDP bersama dengan Timor-Leste, Papua Nugini, dan Australia.

Proyek itu ditujukan untuk mengatasi sejumlah tantangan seperti penangkapan ikan berlebihan, degradasi habitat, polusi, kehilangan spesies, dan dampak perubahan iklim.

Iwan mengatakan, Laut Arafura dan Laut Timor penting karena secara ekologis kawasan itu merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia.

Selain itu, Laut Arafura dan Laut Timor menjadi habitat bagi 600 lebih spesies karang pembentuk terumbu.

Baca juga: Industri Pariwisata dan Target Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Kemudian, lebih dari 2.500 spesies ikan juga ada kawasan itu. Area tersebut juga mencakup ekosistem penting seperti hutan mangrove, padang lamun, dan juga terumbu karang yang mendukung berbagai spesies laut.

Laut Arafura dan Laut Timor turut menyediakan ekosistem perlindungan bagi pantai dan juga penyerapan karbon. 

Secara ekonomi, lautan tersebut juga sangat penting bagi perikanan lokal dan regional, mendukung mata pencaharian dan ketahanan pangan bagi masyarakat di Indonesia, Timor Leste, Australia, dan Papua New Guinea.

Selain perikanan, Laut Arafura dan Laut Timor juga memiliki potensi untuk kegiatan ekonomi berbasis laut yang berkelanjutan sejalan dengan prinsip ekonomi biru.

Baca juga: Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

Potensi ekonomi

Dengan mengutip hasil kajian proyek ATSEA-2, Iwan menunjukkan adanya nilai ekonomi tahunan yang diperkirakan mencapai 7,3 miliar dollar AS (sekitar Rp 118,3 triliun) dari kawasan ATS tersebut.

"Jadi potensinya sangat besar. Tapi mungkin kita masih perlu upaya-upaya inovasi agar nilai yang sebesar ini benar-benar bisa diwujudkan," kata Iwan, sebagaimana dilansir Antara.

Lebih lanjut, Iwan menyebutkan sektor perikanan dari kawasan tersebut memiliki nilai tahunan total sekitar 742 juta dollar AS (sekitar Rp 12 triliun) dengan kontribusi terbesar dari Indonesia sebesar 581 juta dollar AS (sekitar Rp 9,42 triliun), disusul Australia, Timor-Leste, dan juga Papua Nugini.

Untuk akuakultur, nilai yang dapat diperoleh dari kawasan itu mencapai sekitar 640 juta dollar AS (sekitar Rp 10,3 triliun) per tahun, di mana Indonesia menjadi penyumbang terbesar dengan 480 juta dollar AS (sekitar Rp 7,78 triliun).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau