Dari sektor pariwisata, kawasan tersebut juga lebih lanjut memberikan nilai ekonomi sekitar 4,8 miliar dollar AS (sekitar Rp 77,8 triliun).
Kemudian, untuk karbon biru, hutan mangrove dan padang lamun di Laut Arafura dan Laut Timor juga memainkan peran penting dalam penyerapan karbon, dengan nilai sampai 665 juta dollar AS (sekitar Rp 20,7 triliun) per tahun.
Baca juga: Bioekonomi Bisa Penuhi 11 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Namun demikian, Iwan berujar Laut Arafura dan Laut Timor menghadapi beberapa tantangan, salah satunya dampak dari perubahan iklim.
Wilayah itu rentan terhadap kenaikan suhu permukaan laut, peningkatan suhu laut, pengasaman laut yang mengancam ekosistem laut dan komunitas pesisir.
Polusi dan hilangnya keanekaragaman hayati juga menjadi tantangan yang dihadapi kawasan tersebut.
Oleh karena itu, untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, Iwan menilai tata kelola kolaboratif antara Indonesia, Timor Leste, Australia dan Papua Nugini diperlukan untuk pengelolaan yang efektif, sehingga dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya