Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

Kompas.com - 07/10/2024, 16:44 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kehilangan keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar, menjadi salah satu dari triple planetary crisis (tiga krisis planet) yang dapat mengancam keberhasilan pencapaian pembangunan berkelanjutan.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation sekaligus anggota Commission on Ecosystem Management pada International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Dr. Dolly Priatna menjelaskan ada beberapa faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati di dunia mulai alih fungsi lahan, eksploitasi berlebihan, perubahan iklim, polusi, hama dan penyakit, jenis asing invasif, serta konflik satwa liar dengan manusia di habitatnya.

“Konflik manusia dengan satwa liar yang intensitasnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh banyak faktor, antara lain alih fungsi lahan yang berdampak pada hilangnya habitat, fragmentasi habitat, serta penurunan kualitas habitat," ujar Dolly dalam talkshow “Kolaborasi Multipihak dalam Pelestarian Satwa Liar di Indonesia”, di Jakarta, Sabtu (5/10/2024). 

Baca juga:

Meningkatnya aktivitas manusia di area yang merupakan habitat satwa liar, kata dia, juga dapat memicu terjadinya konflik.

Pada akhirnya, konflik manusia-satwa liar juga kerap terjadi di areal konsesi kehutanan, di HGU Perkebunan sawit, atau bahkan di ladang masyarakat.

"Oleh karenanya dibutuhkan strategi, upaya, serta aksi konkrit bersama dari para pihak untuk mewujudkan harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya," tambah Dolly. 

Baca juga: Studi: Manusia Rambah 57 Persen Habitat Satwa Liar Daratan pada 2070

Pentingnya manusia dan satwa berbagi

Senada, Co-Chair IUCN-IdSSG, Sunarto, mengatakan bahwa diskusi dan edukasi tentang pentingnya untuk dapat berbagi ruang dan hidup berdampingan antara satwa dan manusia perlu terus dilakukan.

“Pemahaman yang baik oleh semua pihak menjadi kunci utama untuk berbagi ruang dan hidup berdampingan secara harmonis," ujar Sunarto.

Selain berbagai manfaat yang didapat, memang ada resiko konflik yang perlu diminimalisir atau dimitigasi dan dikelola dengan baik secara terus-menerus.

Sunarto menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik manusia dan satwa liar di habitatnya yaitu masalah dari individu satwa liar itu sendiri.

Misalnya, kata dia, satwa liar yang sakit cenderung mengalami kesulitan berburu seperti biasa dan individu jantan muda yang mencari wilayah jelajah baru juga cenderung mengalami konflik dengan manusia.

Selain itu, terdapat juga faktor habitat yang bersinggungan dengan daerah aktivitas manusia seperti pemukiman atau perkebunan. Terlebih, seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhannya, tekanan terhadap habitat alami satwa liar juga semakin kuat.

“Harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya merupakan sebuah win win solution bagi pembangunan berkelanjutan dan upaya konservasi," tegas Dolly. 

Baca juga:

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kolaborasi UMKM Garut dan BRIN Bikin Gedebog Pisang Naik Kelas
Kolaborasi UMKM Garut dan BRIN Bikin Gedebog Pisang Naik Kelas
LSM/Figur
Inovasi Doktor Termuda IPB yang Kembangkan Metode Deteksi Kerusakan akibat Karhutla
Inovasi Doktor Termuda IPB yang Kembangkan Metode Deteksi Kerusakan akibat Karhutla
LSM/Figur
Tenaga Angin Bisa Pulihkan Laut, Cukup Sisihkan 1 Persen Dana Proyek
Tenaga Angin Bisa Pulihkan Laut, Cukup Sisihkan 1 Persen Dana Proyek
Pemerintah
Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan
Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan
Pemerintah
Negara Berkembang Butuh 420 Miliar Dollar AS per Tahun untuk Kesetaraan Gender
Negara Berkembang Butuh 420 Miliar Dollar AS per Tahun untuk Kesetaraan Gender
Pemerintah
Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan
Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan
LSM/Figur
Satgas PKH Kuasai 81.793 Hektare TN Tesso Nilo untuk Kembalikan Fungsi Lahan
Satgas PKH Kuasai 81.793 Hektare TN Tesso Nilo untuk Kembalikan Fungsi Lahan
Pemerintah
Darurat Air Dunia: 40 Persen Daratan Rusak, 3 Miliar Orang Terancam
Darurat Air Dunia: 40 Persen Daratan Rusak, 3 Miliar Orang Terancam
LSM/Figur
Kemenhut: Tambang Masih Bakal Lanjut tetapi Disertai Rehabilitasi
Kemenhut: Tambang Masih Bakal Lanjut tetapi Disertai Rehabilitasi
Pemerintah
Masjid Jami Soeprapto Soeparno Dibangun, Simbol Inklusi dan Upaya Merawat Nilai-nilai Sosial
Masjid Jami Soeprapto Soeparno Dibangun, Simbol Inklusi dan Upaya Merawat Nilai-nilai Sosial
Swasta
Sun Energy Gandeng UI Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam 'Green Job' Energi Surya
Sun Energy Gandeng UI Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam "Green Job" Energi Surya
Swasta
14 dari 15 Jenis Tarsius Ada di Indonesia, tapi Habitatnya Terus Tergerus
14 dari 15 Jenis Tarsius Ada di Indonesia, tapi Habitatnya Terus Tergerus
Swasta
Lahan Kritis Capai 12 Juta Hektare, Kemenhut Beberkan Rencana Mengatasinya
Lahan Kritis Capai 12 Juta Hektare, Kemenhut Beberkan Rencana Mengatasinya
Pemerintah
Sederet Langkah Pemerintah Genjot EBT untuk Amankan Energi
Sederet Langkah Pemerintah Genjot EBT untuk Amankan Energi
Pemerintah
Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS
Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau