KOMPAS.com - Kehilangan keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar, menjadi salah satu dari triple planetary crisis (tiga krisis planet) yang dapat mengancam keberhasilan pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation sekaligus anggota Commission on Ecosystem Management pada International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Dr. Dolly Priatna menjelaskan ada beberapa faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati di dunia mulai alih fungsi lahan, eksploitasi berlebihan, perubahan iklim, polusi, hama dan penyakit, jenis asing invasif, serta konflik satwa liar dengan manusia di habitatnya.
“Konflik manusia dengan satwa liar yang intensitasnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh banyak faktor, antara lain alih fungsi lahan yang berdampak pada hilangnya habitat, fragmentasi habitat, serta penurunan kualitas habitat," ujar Dolly dalam talkshow “Kolaborasi Multipihak dalam Pelestarian Satwa Liar di Indonesia”, di Jakarta, Sabtu (5/10/2024).
Baca juga:
Meningkatnya aktivitas manusia di area yang merupakan habitat satwa liar, kata dia, juga dapat memicu terjadinya konflik.
Pada akhirnya, konflik manusia-satwa liar juga kerap terjadi di areal konsesi kehutanan, di HGU Perkebunan sawit, atau bahkan di ladang masyarakat.
"Oleh karenanya dibutuhkan strategi, upaya, serta aksi konkrit bersama dari para pihak untuk mewujudkan harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya," tambah Dolly.
Baca juga: Studi: Manusia Rambah 57 Persen Habitat Satwa Liar Daratan pada 2070
Senada, Co-Chair IUCN-IdSSG, Sunarto, mengatakan bahwa diskusi dan edukasi tentang pentingnya untuk dapat berbagi ruang dan hidup berdampingan antara satwa dan manusia perlu terus dilakukan.
“Pemahaman yang baik oleh semua pihak menjadi kunci utama untuk berbagi ruang dan hidup berdampingan secara harmonis," ujar Sunarto.
Selain berbagai manfaat yang didapat, memang ada resiko konflik yang perlu diminimalisir atau dimitigasi dan dikelola dengan baik secara terus-menerus.
Sunarto menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik manusia dan satwa liar di habitatnya yaitu masalah dari individu satwa liar itu sendiri.
Misalnya, kata dia, satwa liar yang sakit cenderung mengalami kesulitan berburu seperti biasa dan individu jantan muda yang mencari wilayah jelajah baru juga cenderung mengalami konflik dengan manusia.
Selain itu, terdapat juga faktor habitat yang bersinggungan dengan daerah aktivitas manusia seperti pemukiman atau perkebunan. Terlebih, seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhannya, tekanan terhadap habitat alami satwa liar juga semakin kuat.
“Harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya merupakan sebuah win win solution bagi pembangunan berkelanjutan dan upaya konservasi," tegas Dolly.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya