Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/12/2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah perusahaan energi Eropa menggandakan investasi pada minyak dan gas sepanjang 2024. Strategi tersebut mereka ambil untuk mengambil keuntungan jangka pendek dan kemungkinan akan dipertahankan pada 2025.

Kondisi tersebut bakal memperlambat realisasi komitmen iklim dunia yang ingin bertransisi ke energi terbarukan.

Dilansir dari Reuters, Jumat (27/12/2024), strategi tersebut mereka ambil karena banyak pemerintah di seluruh dunia memperlambat implementasi energi bersih, menyusul tingginya harga energi setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 2022.

Baca juga: Manajer Aset Investasikan 7,3 Miliar Dollar AS ke Obligasi Bahan Bakar Fosil

Dua perusahaan energi besar asal Benua Biru, BP dan Shell, secara tajam memperlambat rencana mereka untuk menghabiskan miliaran dollar AS untuk proyek-proyek tenaga angin dan surya.

Sebaliknya, mereka mengalihkan pengeluaran ke proyek-proyek minyak dan gas dengan margin yang lebih tinggi.

Misalnya, BP sebelumnya menargetkan pertumbuhan energi terbarukan sebanyak 20 kali lipat menjadi 50 gigawatt (GW) pada akhir dekade ini.

Realitasnya, pada Desember 2024, BP mengumumkan bahwa hampir seluruh proyek pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) lepas pantai akan menjadi usaha patungan atau joint venture dengan perusahaan asal Jepang, JERA.

Contoh lainnya, Shell, pernah berjanji untuk menjadi perusahaan listrik terbesar di dunia.

Baca juga: Investasi Energi Bersih Global Lebih Tinggi dari Bahan Bakar Fosil

Namun tahun ini, Shell menghentikan investasi proyek PLTB lepas pantai yang baru, keluar dari pasar listrik di Eropa dan China, serta melemahkan target pengurangan karbon.

Sementara itu, Equinor yang menjadi badan usaha milik negara (BUMN) Norwegia juga memperlambat pengeluaran untuk energi terbarukan.

Shell mengatakan kepada Reuters, mereka tetap berkomitmen untuk menjadi bisnis energi dengan emisi nol bersih pada 2050 dan terus berinvestasi dalam transisi energi.

Sedangkan Equinor berujar, segmen PLTB lepas pantai melalui masa-masa sulit dalam beberapa tahun terakhir karena inflasi, kenaikan biaya, hambatan dalam rantai pasokan.

"Equinor akan terus selektif dan disiplin dalam pendekatan kami," kata pernyataan dari perusahaan tersebut.

Baca juga: Bahan Bakar Fosil dan Pertanian Kuras Dana Publik Negara Terdampak Perubahan Iklim

Geopolitik

Analis dari Accela Research Rohan Bowater mengatakan, gangguan geopolitik seperti invasi Rusia ke Ukraina melemahkan transisi rendah karbon.

Pasalnya, krisis tersebut membuat harga minyak melambung dan investor berekspektasi tinggi atas kenaikan tersebut.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau