Di sisi lain, gelombang PHK perusahaan minyak karena beralih ke energi terbarukan akan menjadi berita buruk bagi upaya mitigasi perubahan iklim.
Di samping itu, 2025 akan menjadi tahun penuh gejolak bagi sektor energi usai Donald Trump yang skeptis terhadap perubahan iklim terpilih menjadi Presiden AS dalam Pilpres.
China, importir minyak mentah terbesar di dunia, tengah berupaya menghidupkan kembali ekonominya yang sedang goyah, yang berpotensi meningkatkan permintaan minyak.
Baca juga: Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil
Eropa menghadapi ketidakpastian yang terus berlanjut atas perang di Ukraina dan kekacauan politik di Jerman dan Perancis.
Berbagai situasi geopolitik tersebut berkumpul dan memuncak pada KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, pada November.
KTT tersebut menghasilkan pembiayaan iklim yang jauh dari kata memadai. Pertemuan tersebut juga gagal menyepakati penghentian minyak, gas, dan batu bara.
Perusahaan-perusahaan energi akan mengamati apakah Trump menepati janji untuk mencabut kebijakan energi hijau di era Presiden AS sebelumnya, Joe Biden.
Trump sendiri telah berjanji untuk menarik AS dari upaya iklim global, dan telah menunjuk skeptis iklim Chris Wright sebagai Menteri Energi AS.
Baca juga: Lego Ganti Bahan Bakar Fosil dengan Plastik Terbarukan untuk Produknya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya