Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus Suntoro
Peneliti BRIN

Penulis adalah Koordinator Kelompok Riset Hukum Lingkungan, Sumber Daya Alam dan Perubahan Iklim, pada Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Evaluasi dan Proyeksi Pengelolaan Lingkungan di Era Krisis Iklim

Kompas.com, 6 Januari 2025, 14:43 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR 2024 lalu, kita dihadapkan pada krisis iklim yang kian parah, salah satu indikatornya adalah adanya kenaikan muka air laut (sea level rice) yang menghantam wilayah pesisir utara Jawa, termasuk di DKI Jakarta yang berlangsung lebih dari tujuh hari.

Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta sebagaimana diberitakan Kompas.com menjelaskan, banjir rob menyebabkan 12.000 warga terdampak dan berimplikasi pada kehidupan sosial ekonomi di sejumlah wilayah Jakarta Utara.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati (2024) lalu menegaskan bahwa krisis iklim adalah suatu keniscayaan yang dipicu peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, akibat dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri yang tidak berkelanjutan.

Hal itu mendorong perubahan iklim pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Implikasi dari krisis iklim dalam jangka panjang adalah mengancam kelestarian bumi dan manusia itu sendiri.

Bahkan untuk wilayah Indonesia, BMGK memproyeksikan suhu maksimum tahunan periode 2020-2049 dalam skenario RCP 8.5 (Representative Concentration Pathways) bisa lebih dari 30 C di beberapa wilayah, seperti di sepanjang pulau Sumatera bagian timur, utara Jawa Timur, utara Papua, utara Kalimantan dan Sulawesi Selatan.

Kerugian secara ekonomi akibat krisis iklim dalam catatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2023 lalu sebesar Rp 112,2 triliun atau setara 0,5 persen pendapatan domestik bruto Indonesia.

Secara bertahap, tekanan Inflasi dapat timbul akibat gangguan rantai pasokan nasional dan internasional akibat perubahan cuaca seperti kekeringan, banjir, badai, dan kenaikan permukaan air laut yang berpotensi mengakibatkan kerugian finansial yang besar.

Secara khusus, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut kerugian ekonomi akibat krisis iklim di pantai utara Jawa saja mencapai Rp 2,1 triliun per tahun dan akan mencapai Rp 10 triliun per tahun di masa mendatang jika tidak ada mitigasi dan antipiasi terhadap krisis iklim.

Paradoks Indonesia

Dalam konteks krisis iklim, Indonesia tidak hanya menjadi negara-negara yang dirugikan akibat dampak buruk yang ditimbulkan.

Namun, secara paradok juga sebagai negara penghasil gas rumah kaca (GRK) yang besar dalam satu dekade ke belakang.

Menurut Basis Data Emisi untuk Penelitian Atmosfer Global (EDGAR) milik Komisi Eropa, emisi GRK dunia mencapai 53,79 gigaton setara karbon dioksida (Gt CO2e) pada 2022. Angka itu naik 1,37 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) sebesar 53,06 Gt CO2e.

Secara khusus volume emisi GRK Indonesia pada tahun 2022 mencapai 1,24 gigaton setara karbon dioksida (Gt COe), yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah dan menyumbang sekitar 2,3 persen total emisi GRK global.

Perlu dicatat bahwa data ini belum mencakup emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Land-use, Land-use Change and Forestry/LULUCF).

Untuk wilayah Asia, kita adalah penghasil GRK ketiga setelah China dan India. Tinggingya kontribusi Indonesia dalam GRK menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dipicu ketergantungan kita pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau