Langkah ketiga selanjutnya adalah penyelarasan dengan pemerintah daerah serta swasta dan masyarakat untuk mendorong keberlanjutan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Dodman dalam Cities, Settlements and Key Infrastructure (2023) memperkuat argumentasi pentingnya perencanaan partisipatif dalam penyediaan infrastruktur dan manajemen risiko untuk mengatasi perubahan iklim serta faktor-faktor pemicu risiko di lingkungan.
Penyertaan pengetahuan penduduk lokal, model komunikasi serta upaya untuk membangun kepemimpinan lokal, termasuk bagi perempuan dan pemuda merupakan contoh pendekatan inklusif dengan manfaat bersama untuk kesetaraan dalam pembangunan.
Keempat, adalah memperkuat aliansi global. Indonesia harus mampu memosisikan sebagai pemimpin global dan kawasan dalam upaya pengurangan GRK melalui berbagai komitmen dan kerja kerasnya.
Selain itu, kerja sama internasional menjadi salah satu kunci keberhasilan untuk penurunan GRK melalui berbagai program dan asistensi yang berkeadilan.
Sekali lagi, krisis iklim adalah ancaman nyata. Namun, dengan adaptasi dan mitigasi yang tepat, maka risiko dapat dikelola dan Indonesia berkontribusi dalam menjaga eksistensi manusia dan planet kita.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya