KOMPAS.com - Ada banyak misinformasi yang beredar tentang kelapa sawit. Karena isunya sendiri kontroversial, politis, dan memicu polarisasi, maka yang fakta dan fisik serta yang benar dan misinformasi pun kerap terbalik-balik.
Kalau kita bertanya pada pakar, maka jawabannya akan jelas. Namun, bagaimana jika kita bertanya pada artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan? Apakah mereka mampu memberikan jawaban jelas, akurat, dan tidak bias? Siapa pula yang paling dirujuk?
Kompas.com mencoba bertanya pada dua kecerdasan buatan, ChatGPT dan Google Gemini. Dua AI itu kamu coba karena paling banyak digunakan publik sehingga jawabannya paling berpotensi memengaruhi opini publik.
Kompas.com memulai dengan prompt sederhana "misinfromasi kelapa sawit" Kami juga meminta AI menyertakan referensi yang mereka gunakan.
Baca juga: Kelapa Sawit dan Deforestasi: Menjaga Kemajuan di Tengah Ancaman Baru
Baik Ringkasan Google Search, Google Gemini, maupun ChatGPT menjelaskan bahwa narasi "Sawit merusak hutan" dan "Sawit menyebabkan deforestasi massif," sebagai informasi yang salah.
Gemini merujuk Kominfo menyatakan, "Klaim ini telah dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menyatakan bahwa Indonesia justru merupakan penghasil carbon credit terbesar di dunia dan dapat menyerap karbon dioksida."
Sementara ChatGPT dengan referensi situs web SMART Tbk menjelaskan, "Meskipun ada kekhawatiran bahwa perkebunan kelapa sawit menyebabkan deforestasi, banyak perusahaan telah menerapkan praktik berkelanjutan untuk meminimalkan dampak lingkungan."
Hal lain yang dinyatakan sebagai misinformasi adalah "Sawit boros air" dan "Sawit menyebabkan lahan tandus." ChatGPT mendasarkan klaim misinformasi itu pada artikel media yang ditulis oleh "tim media service."
"Faktanya, kelapa sawit memiliki sistem perakaran yang baik, membantu menyerap dan menyimpan air hujan, serta menjaga kelembapan tanah," demikian respon ChatGPT soal sawit boros air.
ChatGPT, dengan bersumber pada situs web SMART Tbk juga menyatakan bahwa sawit yang melanggar hak asasi manusia sebagai mitos. Baik ChatGPT maupun Gemini menyatakan sawit yang tak sehat sebagai misinformasi.
Baca juga: Deforestasi, 1,9 Juta Hektare Hutan Indonesia Rusak Dalam 2 Tahun
Mencoba lebih spesifik, Kompas.com mencoba dengan promy "misinformation on palm oil and deforestation". Dengan prompt itu pun, baik ChatGPT maupun Gemini cenderung menggunakan sumber seperti Wikipedia dan situs web milik pemerintah serta perusahaan.
Baik ChatGPT maupun Gemini melabeli "Round of Sustainable Palm Oil menjamin praktik kelapa sawit tanpa deforestasi" sebagai informasi salah dan menyatakan bahwa RSPO pun masih problematik.
Peneliti World Resources Institute (WRI) Indonesia, Briantama Asmara, mengatakan bahwa ada beberapa narasi AI itu yang bias, walaupun tidak semua. Ada yang benar, tetapi juga ada yang harus dipandang secara kritis.
Ilmuwan senior Center for International Forestry Research - International Center for Research in Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan guru besar di IPB University, Herry Purnomo, mengatakan bahwa klaim "sawit merusak hutan" sebagai misinformasi harus dapat perhatian.
Bagaimana penjelasannya? Simak di artikel ini:
AI Bilang Sawit Rusak Hutan adalah Misinformasi, Bagaimana Bisa?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya