KOMPAS.com - Studi baru dari North Carolina State University di Amerika Serikat berhasil menunjukkan bahwa teknologi dapat membantu melindungi tanaman pangan terpenting di dunia, yaitu padi.
Inovasi tersebut dilakukan dengan menggabungkan citra satelit dan teknologi pembelajaran mesin yang kemudian digunakan untuk memodelkan produktivitas tanaman padi dengan lebih cepat dan akurat.
Inovasi tersebut dapat membantu para pengambil keputusan di seluruh dunia menilai dengan lebih baik di mana dan bagaimana menanam padi yang merupakan sumber energi utama bagi lebih dari separuh populasi dunia.
Dikutip dari laman resmi North Carolina State University, Kamis (9/1/2025) studi ini difokuskan di Bangladesh yang merupakan produsen beras terbesar ketiga di dunia.
Negara tersebut juga merupakan negara keenam yang paling rentan terhadap perubahan iklim di dunia. Kerusakan tanaman padi akibat banjir telah menyebabkan kerawanan pangan.
Baca juga:
"Untuk memperkirakan produktivitas tanaman, orang-orang di Bangladesh menggunakan data lapangan. Mereka secara fisik pergi ke ladang, memanen tanaman, lalu mewawancarai petani lalu membuat laporan tentang itu," kata Varun Tiwari, penulis utama studi.
Teknik pemantauan tradisional tersebut memakan waktu, padat karya dan juga tidak dapat mengimbangi perubahan iklim.
Selain itu, metode menambah ketidakakuratan saat estimasi hasil panen padi hanya berdasarkan beberapa sampel, bukan data dari semua ladang, sehingga sulit untuk ditingkatkan ke tingkat nasional.
Artinya, petani tidak memiliki informasi tepat untuk membuat keputusan tentang ekspor, impor, atau penetapan harga tanaman.
"Hal ini juga membatasi kemampuan mereka untuk membuat keputusan jangka panjang seperti mengubah tanaman, memperkenalkan varietas padi yang tahan iklim, atau mengubah pola tanam padi,” ungkap Tiwari.
Dalam studinya, peneliti pun kemudian menggunakan serangkaian gambar dari lokasi sama yang direkam secara berkala untuk mengukur kondisi vegetasi dan pertumbuhan, kandungan air tanaman, dan kondisi tanah di lokasi tersebut.
Dengan menggabungkan data satelit tersebut dengan data lapangan, para peneliti melatih model pembelajaran mesin mereka untuk memperkirakan produktivitas tanaman padi secara lebih tepat untuk periode 2002 hingga 2021.
“Dengan model ini, kita dapat melihat misalnya bahwa satu area tumbuh dengan baik dan area lain tidak tumbuh sebagaimana mestinya. Jika kita memiliki area yang sangat produktif, kita dapat memutuskan untuk membangun lebih banyak kapasitas penyimpanan di area tersebut atau berinvestasi lebih banyak dalam transportasi di sana,” kata Tiwari.
Baca juga:
“Karena informasi tersebut tersedia jauh lebih awal, para pengambil keputusan memiliki cukup waktu untuk membuat pilihan yang tepat tentang cara mengalokasikan sumber daya mereka,” katanya lagi.
Meski model tersebut masih dalam tahap penelitian, hasilnya positif.
Akurasi berkisar antara 90-92 persen dengan ketidakpastian sekitar 2 persen, yang mengacu pada margin kesalahan model.
Ketika dikembangkan lebih lanjut, model tersebut dapat disesuaikan dengan berbagai jenis tanaman di berbagai lanskap.
“Jika kami dapat memperoleh kumpulan data serupa dari wilayah lain, kami dapat menerapkan kerangka kerja yang sama di sana. Baik itu AS, India, atau negara Afrika, kami ingin metode ini dapat direproduksi,” terang Tiwari.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya