JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, pasokan bahan pokok untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus memanfaatkan produk lokal, dan menyesuaikan wilayahnya.
Di Papua, misalnya, masyarakat bisa menggunakan sagu sebagai sumber karbohidrat lalu ditambah lauk-pauk sehingga dapat menekan biaya logistik.
“Dari sumber yang paling dekat misalnya susu murni diperoleh dari sekitar peternakan. Seharusnya sekolah-sekolah yang ada di sekitar itu mendapatkan MBG dengan susu sapi segar, biaya logistiknya lebih murah,” ujar Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira saat dihubungi, Kamis (9/1/2025).
Baca juga:
Dia menyarankan agar bahan pokok didapatkan dari petani maupun nelayan, untuk didistribusikan ke dapur-dapur pengolahan MBG. Menurutnya, pengolahan bahan panganan yang dikelola langsung oleh pihak sekolah akan mengurangi biaya.
“Jadi sudah benar enggak pakai impor. Tetapi, bukan berarti sekolah yang daerahnya dekat dengan sumber pangan lokal tidak diberikan keanekaragaman menu yang sesuai,” kata Bhima.
Pemerintah menyebutkan bahwa masih dibutuhkan 30.000 mitra MBG. Sejauh ini, ada sekitar 13.000 mitra yang tergabung dalam agenda pendistribusian makanan dalam program tersebut.
Menurut Bhima, pemerintah perlu merekrut mitra sesuai kompetensinya guna memenuhi kebutuhan.
“Kalau tidak bisa membeli langsung dari petani, beli langsungnya lewat kooperasi-kooperasi yang mengelola produksi petani. Karena kami melihat pola dapur umumnya, distribusinya masih didominasi oleh aparat militer,” tutur Bhima.
“Kenapa enggak menggunakan, misalnya, kelompok tani untuk memasok. Kemudian kooperasi produksi pertaniannya juga bisa menjadi dapur umum untuk memasok sekolah di sekitarnya,” imbuh dia.
Sentralisasi dari permodelan MBG tersebut, kata Bhima, justru akan menelan biaya yang lebih mahal. Pelibatan kantin untuk mengelola pasokan makanan juga dapat menjadi opsi bagi sekolah.
“Tentunya dampak ekonominya akan jauh lebih besar, dan tidak terjadi rivalitas antara kantin sekolah dengan dapur MBG,” jelas dia.
Bhima berpendapat, pemerintah perlu memangkas tunjangan para pejabat, di samping membatasi anggaran perjalanan dinas luar negeri untuk program MBG.
Ia pun mendorong pajak alternatif dari pajak kekayaan, pajak karbon, hingga pajak sawit.
“Karena yang terjadi sekarang saja anggaran itu belum bisa meng-cover keseluruhan sekolah di Indonesia. Terutama sekolah-sekolah yang geografisnya cukup jauh dari pusat kota, biaya logistiknya dan operasionalnya tinggi,” ucap Bhima.
Baca juga:
Untuk diketahui, pemerintah memulai program makan bergizi gratis pada 6 Januari 2025, dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta pada akhir November 2024, Prabowo menyatakan program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk para buruh.
Anggaran yang ditetapkan untuk program makan bergizi gratis mengalami penyesuaian dari Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per porsi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya