KOMPAS.com - Indonesia akan memulai perdagangan karbon internasional di bursa IDX pada 20 Januari 2025 mendatang. Menteri Lingkungan Hidup menyatakan pada Selasa (14/1/2025) bahwa inisiatif itu akan membantu Indonesia mengurangi emisi sekaligus mendapatkan pendanaan.
Meski stok karbon hutan mangrove Indonesia sendiri 3 miliar ton CO2 ekuivalen, dan total hutan mencapai triliunan ton CO2 ekuivalen, tak ada satu pun proyek yang terdaftar di IDX yang berasal dari sektor kehutanan.
Sejauh yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup, semua proyek yang telah terdaftar dengan total 2,48 juta CO2 ekuivalen berasal dari sektor energi. Hanya satu yang berasal dari energi terbarukan.
Tak adanya sektor kehutanan menarik perhatian. Sebab, sebelum ada perdagangan karbon di bursa, sektor kehutanan telah memulainya lewat mekanisme antar negara, misalnya melalui program Reduction Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD+).
Peneliti senior Center for International Forestry Research - World Agroforestry (CIFOR - ICRAF), Herry Purnomo, menuturkan bahwa belum adanya sektor kehutanan di bursa karbon itu merepresentasikan kompleksitas pengukuran stok karbon di hutan.
Baca juga: Perdagangan Karbon Internasional di IDX: Baru 1 dari Energi Terbarukan
"Kalau energi, dari fosil ke terbarukan, itu relatif lebih mudah mengukur pengurangan emisinya. Berbeda dengan kehutanan," tutur Herry yang juga guru besar kehutanan di IPB University.
Herry mencontohkan, program konservasi dan restorasi, misalnya, bisa meningkatkan stok karbon. Namun, program itu berlangsung lama dan stok karbonnya pun akan dinamis sesuai kondisi alam dan kebijakan.
"Kalau hutan, sekali direstorasi, belum tentu 10-20 tahun ke depan kondisinya akan sama. Bisa terjadi carbon leakage, misalnya karena kebakaran atau alih fungsi hutan. Berbeda dengan energi yang perubahannya permanen," urainya.
Dilihat dari stakeholder-nya, kehutanan juga lebih banyak. Bukan hanya pemerintah dan industri, tetapi juga masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Mereka harus dilibatkan juga dalam penghitungan stok karbon dan menerima keuntungan.
Karbon sektor energi, menurut Herry, juga punya market lebih besar. Salah satunya karena perusahaan energi yang relatif lebih punya capital investment. Secara teknologi, sektor energi juga lebih matang.
Herry mengatakan, stok karbon yang besar di sektor kehutanan harus dimanfaatkan. "Dari sektor energi yang diperdagangkan di bursa kali ini kan total 2,5 juta CO2 ekuivalen. Itu kalau hutan masih kurang dari 5.000 hektar. Sementara hutan kita luas sekali," urainya.
Ia menilai, Indonesia perlu mengupayakan agar karbon dari sektor kehutanan bisa dijual di bursa. Langkah itu akan melengkapi penjualan lewat mekanisme antarnegara, membuat karbon sektor itu punya market lebih besar.
Baca juga: Indonesia Mulai Perdagangan Karbon Luar Negeri 20 Januari 2025
"Karbon hutan harus dimanfaatkan untuk generate revenue, cari insentif untuk restorasi dan konservasi. PR-nya sekarang adalah melakukan simplifikasi," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/1/2025).
Salah satunya adalah simplifikasi dalam sertifikasi karbon hutan lewat Sistem Registry Nasional dan Verra Registry yang selama ini dipilih Indonesia. Kompleksitas kehutanan harus dipahami dan disusun kriterianya agar karbon hutan bisa terdaftar di bursa.
"Pemerintah harus bisa fasilitasi," katanya. Menurutnya, banyak upaya reduksi emisi di kehutanan yang skalanya kecil. Misalnya, restorasi mangrove dengan luasan kurang dari 100 hektar. Harus ada mekanisme untuk daftarkan upaya tersebut.
Indonesia sebelumnya telah mendapatkan manfaat ekonomi dari karbon hutan. Pada 2014-2016, Indonesia telah menerima 103,8 juta dollar AS dari Green Climate Fund sebagai performance based payment REDD+.
Indonesia juga telah menerima 156 juta dollar AS dari Norwegia atas kenerhasilan reduksi emisi 31,2 juta CO2 ekuivalen. 2016-2017 dan 2018-2020, Indonesia menerima 100 juta dari Forest Carbon Partnershup Facility dan 70 juta dollar AS dari Bio-CF atas reduksi total 38 juta ton CO2 ekuivalen.
Baca juga: Bagaimana Cara Kerja Perdagangan Karbon?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya