Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilirisasi Tembaga dan Bauksit Diminta Transparan dan Jaga Kualitas

Kompas.com, 15 Januari 2025, 15:05 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, hilirisasi tembaga dan bauksit harus memiliki tata kelola yang ketat, transparan, dan tidak menurunkan kualitas demi keuntungan semata. Sebab, produksi manufaktur tembaga dan bauksit menghasilkan emisi dan limbah.

"Program hilirisasi tembaga dan bauksit perlu dipastikan memiliki tata kelola yang ketat, transparan, serta tidak melakukan race to the bottom di sektor lingkungan," ungkap Bhima dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025).

Menurutnya, kerugian biaya akibat pencemaran lingkungan dari aktivitas bergantung pada sejumlah faktor, antara lain skala operasi tambang, jenis mineral yang diekstraksi, lokasi geografis, serta tingkat kerusakan lingkungan dan sosial.

Bhima mencontohkan, simulasi emisi dari pemakaian listrik di PT Smelting Gresik, Jawa Timur yang cukup besar. Dengan kebutuhan daya listrik mencapai 170 mega volt ampere (MVA), maka emisi karbon yang dihasilkan per tahun setara 1.156 metrik ton karbon dioksida, dengan asumsi pembangkit listrik yang digunakan masih menggunakan PLTU batu bara.

"Sejauh ini, Indonesia merupakan negara dengan penambahan PLTU baru di kawasan industri tercepat di kawasan. Setidaknya pada 2024 terdapat 132 unit PLTU captive dengan kapasitas 15,2 GW. Belum ada rencana serius dari PLN untuk mengalirkan energi terbarukan ke kawasan industri hilirisasi tembaga dan bauksit," ucap Bhima.

Padahal, lanjut dia, dengan masuknya pasokan energi bersih dari PLN, pelaku usaha tak perlu membangun pembangkit listriknya sendiri. Karenanya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto didorong untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dalam memperbaiki tata kelola hilirisasi tambang tembaga dan bauksit.

Bhima berpandangan, pemerintah dapat memanfaatkan peluang baru dari low-metal carbon atau olahan mineral rendah karbon agar produk tembaga dan bauksit asal Indonesia dihargai tinggi. Terutama di kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, serta Jepang yang mendorong penggunaan bahan baku rendah karbon untuk sektor otomotif, konstruksi, dan komponen transisi energi.

Baca juga: Pemerintah Diwanti-wanti Tak Buka Lagi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga  

"Banyak bursa komoditas kini menawarkan produk 'hijau' yang harganya lebih mahal, seperti London Metal Exchange (LME), memberikan akses pasar pada aluminium rendah karbon yang harganya lebih mahal dari logam pada umumnya," tutur Bhima.

"Harga low carbon aluminum dijual pada kisaran 20.964 yuan per metrik ton, atau setara Rp 46 juta per metrik ton, sedangkan harga aluminum konvensional 19.790 yuan per metrik ton atau senilai Rp 43 juta," imbuh dia.

Hilirisasi di sektor pertambangan berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional, yakni meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor produk olahan tambang. Hilirisasi nikel dan tembaga, misalnya, menjadikan nilai ekspor meningkat tajam dari sekitar Rp 20 triliun sebelum 2020 menjadi lebih dari Rp 600 triliun pada 2023.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah akan mendorong 28 komoditas untuk program hilirisasi.

Komoditas tersebut mencakup batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi stacy, emas perak, timbal aspal, pasir, mangan, kobalt, logam, minyak bumi, gas alam, minyak kelapa sawit, kelapa, karet, biofuel, gaku gelondongan, getah pinus, udang, ikan, kepiting, rumput laut, garam, pala, coklat, dan ikan nila.

"Arahan Pak Presiden Prabowo dalam beberapa rapat dengan kami, beliau akan mendorong pada semua sektor. Ada 26-28 komoditas yang akan didorong, terutama perikanan, kehutanan, pertanian, migas, dan minerba," kata Bahlil di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

Baca juga: Satgas Hilirisasi Harus Dorong Pembangunan Industri Baterai dan Kendaraan Listrik

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau