KOMPAS.com - Sektor energi nuklir tengah mendapatkan momentumnya, lagi.
Ini ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan kebijakan, proyek, serta kemajuan teknologi yang terkait sektor tersebut.
Namun di balik pertumbuhannya, ada tantangan penting yang harus diatasi jika sumber energi tersebut ingin mencapai potensi maksimalnya.
Hal tersebut menjadi sorotan dalam laporan terbaru yang dipublikasikan Badan Energi Internasional (IEA) berjudul The Path to a New Era for Nuclear Energy.
"Jelas terlihat bahwa kembalinya energi nuklir yang telah diprediksi IEA beberapa tahun lalu tengah terjadi dan pada tahun 2025, nuklir akan menghasilkan daya listrik yang memecahkan rekor," kata Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol, dikutip dari Power Engineering International, Sabtu (18/1/2025).
Lebih dari 70GW Pembangkit Listrik tenaga Nuklir (PLTN) baru sedang dirancang. Itu adalah angka tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Lebih dari 40 negara di seluruh dunia berrencana memperluas peran nuklir dalam sistem energi mereka.
Baca juga: Dewan Energi Nasional Usul Bangun 29 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Menurut laporan IEA, pertumbuhan nuklir didorong oleh meningkatnya permintaan listrik, dipicu diantaranya oleh perkembangan pembangunan pusat data dan kecerdasan buatan.
Untuk memenuhi kebutuhan daya yang terus meningkat, banyak raksasa teknologi telah menandatangani perjanjian pembelian daya dengan pengembang PLTN.
Peta Nuklir
Laporan IEA juga menyoroti bahwa peta nuklir global sedang berubah.
Di masa lalu, pembangkit listrik tenaga nuklir dibangun terutama di negara-negara ekonomi maju seperti AS, Eropa, dan Jepang.
Saat ini, Rusia dan China mendominasi dalam hal pembangunan proyek dan pengembangan teknologi.
Dari 52 reaktor yang telah memulai pembangunan di seluruh dunia sejak 2017, 25 di antaranya adalah rancangan China dan 23 lainnya adalah rancangan Rusia.
“Dalam lima tahun, China akan menyalip Eropa dan AS dan akan menjadi kekuatan nuklir nomor satu di dunia,” kata Birol.
Baca juga: Meta Beralih ke Energi Nuklir untuk Dekarbonisasi Pengembangan AI
Laporan IEA juga menyebut bahwa produksi dan pengayaan uranium terkonsentrasi di wilayah tertentu, yaitu Rusia.
“Saat ini, lebih dari 99 persen kapasitas pengayaan terjadi di empat negara pemasok, dengan Rusia menguasai 40 persen kapasitas global, pangsa tunggal terbesar,” papar Birol.
Pasar teknologi nuklir serta produksi dan pengayaan uranium yang sangat terkonsentrasi bisa dipandang sebagai faktor risiko, menggarisbawahi perlunya keragaman dan pemerataan.
Keberhasilan era baru energi nuklir akan bergantung pada kemampuan memenuhi persyaratan infrastruktur skala besar. Hal ini akan sangat bergantung pada jumlah investasi.
Laporan tersebut mencatat bahwa agar berhasil investasi tahunan perlu berlipat ganda menjadi 120 miliar dollar AS pada tahun 2030.
Insentif juga akan membantu menarik investasi selain kerangka kebijakan yang konsisten sehingga mendorong komitmen sektor swasta.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Penggunaan Energi Nuklir pada 2032
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya