Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Januari 2025, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengkritik pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang dilakukan pada Senin (20/1/2025).

Arif Adiputro, peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC) menyebut, setidaknya ada empat pasal yang dinilai bermasalah yang diusulkan dalam RUU tersebut.

Pertama, Pasal 51 Ayat (1) di mana wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

Baca juga: Baleg Setuju Revisi UU Minerba Jadi Inisiatif DPR, Disepakati Jelang Tengah Malam

Kedua, Pasal 51A Ayat (1) di mana WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

Ketiga, Pasal 51B Ayat (1) di mana WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

Keempat, Pasal 75 Ayat (2) izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah, badan usaha swasta atau badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.

"Kami menduga, penyusunan RUU Minerba untuk memuluskan upaya mekanisme pemberian izin untuk badan usaha milik ormas. Ditambah pula dengan badan usaha milik perguruan tinggi dan UMKM -menggunakan banyak kalimat- atau diberikan secara prioritas," tutur Arif dikutip siaran pers.

Baca juga: Setelah Ormas Keagamaan, Perguruan Tinggi Diusulkan Bisa Kelola Tambang

Dia menyebutkan, berbagai pasal tersebut menjadi bentuk lain atas jorjoran izin tambang yang membahayakan.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan, proses proses penyusunan RUU ini sangat kilat dan tidak transparan.

Selain itu, draf RUU tersebut muncul secara tiba-tiba dan tidak ada dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

"Jika ini diteruskan, bisa dikatakan lebih ugal-ugalan dari DPR periode sebelumnya," kata Aryanto.

Baca juga: Implementasikan Tambang Keberlanjutan, Ini yang Dilakukan PT Gema Kreasi Perdana

Disepakati

Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui RUU Minerba Senin menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.00 WIB.

Peserta rapat pleno lantas menyetujui RUU Minerba menjadi usul inisiatif DPR dan dibawa ke rapat paripurna.

Rapat penyusunan draf RUU Minerba untuk diusulkan menjadi inisiatif DPR berlangsung dalam satu hari dan dilakukan saat masa reses.

Sebagian besar anggota Baleg DPR baru mendapatkan naskah akademik RUU Minerba 30 menit sebelum rapat pleno yang digelar sekitar pukul 10.30 WIB pada hari yang sama.

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan, terdapat empat inti dalam draf rancangan revisi UU tersebut, salah satunya pemberian izin untuk perguruan tinggi.

Usul pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi tersebut sejalan dengan usulan pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan secara prioritas.

Baca juga: Pengamat: Perguruan Tinggi yang Kelola Tambang Berkontribusi Rusak Lingkungan

"Perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan, demikian juga dengan perguruan tinggi," kata Bob Hasan dalam rapat pleno.

Selain ormas dan perguruan tinggi, Bob Hasan menyampaikan, usaha kecil dan menengah (UKM) setempat juga diusulkan memperoleh izin mengelola tambang.

Dalam draf RUU yang dipaparkan tim ahli, usul pemberian izin usaha pertambangan bagi perguruan tinggi dimasukkan dalam Pasal 51A.

Selanjutnya, Ayat (1) Pasal 51A disebutkan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

Perguruan tinggi yang bisa mendapat izin usaha pertambangan harus memiliki akreditasi paling rendah B.

Selain itu, ada sembilan usulan perubahan pasal, termasuk pemberian WIUP kepada swasta dengan cara prioritas.

Baca juga: Ekspor Tambang Pasir Laut Berdampak Buruk pada Ekonomi Keluarga di Pesisir

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
ESG Disebut Jadi Prioritas di Pasar Modal Indonesia, Bukan Sekadar Laporan Perusahaan
ESG Disebut Jadi Prioritas di Pasar Modal Indonesia, Bukan Sekadar Laporan Perusahaan
BUMN
Anomali Iklim di Indonesia Bikin Badai Tropis Makin Sering, Ini Penjelasan BRIN
Anomali Iklim di Indonesia Bikin Badai Tropis Makin Sering, Ini Penjelasan BRIN
Pemerintah
SDP Dorong Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasis ESG
SDP Dorong Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasis ESG
BrandzView
Program Desaku Maju–GERCEP Dorong Pembangunan Desa lewat Inovasi dan Design Thinking
Program Desaku Maju–GERCEP Dorong Pembangunan Desa lewat Inovasi dan Design Thinking
Pemerintah
Banjir di Sumatera Disebut Mirip Konflik Agraria, Akar Masalah Diabaikan
Banjir di Sumatera Disebut Mirip Konflik Agraria, Akar Masalah Diabaikan
Pemerintah
Lakukan Pengijauan, Nestlé Tanam 1.000 Pohon di Jawa Tengah
Lakukan Pengijauan, Nestlé Tanam 1.000 Pohon di Jawa Tengah
Swasta
Deforestasi Dinilai Perparah Banjir di Aceh, Risiko Sudah Dipetakan Sejak Lama
Deforestasi Dinilai Perparah Banjir di Aceh, Risiko Sudah Dipetakan Sejak Lama
LSM/Figur
Siswa SMA Sulap Limbah Cangkang Kepiting dan Udang Jadi Kemasan Ramah Lingkungan
Siswa SMA Sulap Limbah Cangkang Kepiting dan Udang Jadi Kemasan Ramah Lingkungan
LSM/Figur
Polusi Udara dari Kendaraan Diprediksi Picu 1,8 Juta Kematian Dini Pada 2060
Polusi Udara dari Kendaraan Diprediksi Picu 1,8 Juta Kematian Dini Pada 2060
LSM/Figur
KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel Imbas TPA Cipeucang Ditutup
KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel Imbas TPA Cipeucang Ditutup
Pemerintah
Investor Relations Jadi Profesi Masa Depan, Indonesia Perlu Siapkan SDM Kompeten
Investor Relations Jadi Profesi Masa Depan, Indonesia Perlu Siapkan SDM Kompeten
BUMN
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
LSM/Figur
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan 'Tenaga Kerja Hijau'
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan "Tenaga Kerja Hijau"
Pemerintah
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
BUMN
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau