Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Februari 2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sepak bola bukan sekadar olah raga. Bagi sebagian fans, sepak bola bahkan menjelma menjadi "religi" bagi mereka.

Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA mengatakan, sekitar 5 miliar orang di seluruh dunia menganggap diri mereka sebagai fans sepak bola. 

Setiap tahunnya, ada 220 juta orang yang berbondong-bondong menghadiri stadion untuk menyaksikan tim kesayangannya berlaga. 

Baca juga: Bagaimana UEFA Membuat Sepak Bola Eropa Berkelanjutan?

Final Piala Dunia 2022 di Qatar saja ditonton oleh 1,5 miliar pasang mata di seluruh dunia.

Sementara itu, di Eropa saja, industri sepak bola memiliki nilai 35,3 miliar euro atau sekitar Rp 598 triliun.

Di balik kemeriahan, gemerlap, dan ingar bingar sepak bola tersebut, industri sepak bola ternyata menghasilkan emisi karbon yang sangat besar.

Menurut laporan berjudul Dirty Tackle yang disusun oleh Scientists for Global Responsibility dan New Weather Institute, emisi yang dihasilkan dari industri sepak bola di seluruh dunia berkisar antara 64 sampai 66 juta ton karbon dioksida setiap tahunnya.

Emisi tersebut setara dengan karbon yang dikeluarkan oleh sebuah negara yakni Austria.

Baca juga: 10 Klub Sepak Bola Paling Berkelanjutan 2024, Dortmund Nomor Wahid

Dirty Tackle merupakan laporan perdana yang meneliti emisi karbon dioksida dari industri sepak bola dunia.

Direktur Eksekutif Scientists for Global Responsibility Stuart Parkinson mengatakan, penelitian tersebut mendokumentasikan bukti kuat bahwa sepak bola merupakan kontributor emisi yang besar.

Dia menambahkan, kontribusi industri sepak bola terhadap perubahan iklim terus meningkat karena emisi yang dihasilkannya.

"Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya ada sedikit indikasi para pembuat keputusan siap untuk menilai masalah polusi secara memadai, apalagi mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menguranginya," kata Parkinson, sebagaimana dilansir Euronews, Senin (3/2/2025).

Baca juga: Sepanjang 2023, Indonesia Kehilangan Hutan Setara 238.318 Lapangan Sepak Bola

Dari mana emisi karbon sepak bola berasal?

Studi tersebut mengidentifikasi emisi karbon industri sepak bola dari tiga area utama yakni transportasi, pembangunan stadion, dan emisi dari kesepakatan sponsor.

1. Transportasi 

Transportasi adalah sumber emisi utama dan mudah dipahami serta bisa diperkirakan untuk dihitung. 

Penelitian tersebut memperkirakan, rata-rata pertandingan liga domestik akan menghasilkan sekitar 1.700 ton karbon dioksida

Sekitar setengahnya berasal dari perjalanan fans yang sebagian besar mengendarai mobil. 

Namun, ketika pertandingan internasional yang mempertemukan tim-tim antarnegara, emisi dari transportasi para fans meningkat sekitar 50 persen karena banyak yang naik pesawat.

Ketika pertandingan besar, seperti final Piala Dunia, emisi dari sektor transportasi dapat melonjak hingga 42 kali lebih tinggi daripada pertandingan domestik, karena penggemar terbang dari seluruh dunia.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Ribuan Hektare Sawah Kekeringan, Setara 2.088 Lapangan Sepak Bola

Emisi dari para fans dimasukkan sebagai salah satu penyumbang emisi dari tim sepak bola itu sendiri.

Selain emisi dari fans, transportasi dari tim sepak bola juga perlu dihitung. Ada yang menggunakan bus, ada pula yang memanfaatkan pesawat.

Pada 2023, BBC Sport menemukan bukti 81 penerbangan domestik jarak pendek oleh tim-tim Liga Primer Inggris hanya dalam waktu dua bulan. Beberapa dari penerbangan ini hanya berdurasi 27 menit.

Para peneliti berpendapat, perluasan pertandingan internasional seperti yang dilakukan Persatuan Asosiasi Sepak Bola Eropa atau UEFA menyebabkan emisi perjalanan sepak bola meningkat. 

Para peneliti lantas meminta industri sepak bola untuk membalikkan perluasan ini dan fokus pada turnamen yang lebih kecil dan lebih regional.

Baca juga: Upaya Iklim Rambah Sepak Bola, Klub Eropa Bisa Hitung Karbon

2. Pembangunan stadion

Pembangunan stadion dari industri sepak bola menghasilkan banyak emisi karbon. 

Contohnya, untuk Piala Dunia FIFA 2022, ada tujuh stadion permanen baru didirikan. Diperkirakan emisi yang terkait dengan pembangunannya mencapai 1,6 juta ton karbon dioksida.

Piala Dunia 2034 yang akan diadakan di Arab Saudi akan menyaksikan pembangunan 11 stadion baru.

Carbon Market Watch melaporkan, dampak lingkungan dari pembangunan baru ini akan sangat besar.

Baca juga: Karhutla di Kalbar Terbesar se-Indonesia, Setara 215.920 Lapangan Sepak Bola

3. Kesepakatan sponsor

Emisi dari kesepakatan sponsor menjadi area ketiga yang dinilai dari industri sepak bola dan paling sulit untuk dihitung.

Pada April 2024, FIFA menandatangani kesepakatan dengan perusahaan minyak terbesar di dunia, Aramco. 

UEFA memiliki kesepakatan sponsor jangka panjang dengan Qatar Airways.

Beberapa klub disponsori oleh sektor-sektor berkarbon tinggi seperti perusahaan minyak dan gas, maskapai penerbangan, produsen mobil, dan jaringan makanan cepat saji.

Laporan Dirty Tackle menyebutkan, semua pendanaan dari entitas berkarbon tinggi yang mengalir ke sepak bola semakin menormalkan perilaku yang memperparah perubahan iklim bagi para penggemarnya. 

Laporan tersebut menghitung, 75 persen emisi sepak bola didorong oleh kesepakatan sponsor ini.

"Kesediaan FIFA untuk membiarkan Arab Saudi meningkatkan reputasinya melalui sepak bola mengisolasi para pemain, penggemar, dan planet ini," kata pemain tim nasional sepak bola wanita Belanda, Tessel Middag. 

"Menjamin masa depan sepak bola, tempat setiap orang dapat memainkannya dan menikmatinya, membutuhkan kepemimpinan nyata dari atas," tutur Middag.

Baca juga: 7 Fakta soal Deforestasi, Hutan Hilang Setara 5,8 Miliar Lapangan Sepak Bola

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau