KOMPAS.com - Budidaya padi berkontribusi terhadap sekitar 12 persen emisi metana global. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat seiring pemanasan global dan terus bertambahnya populasi manusia.
Namun kini para ilmuwan dalam studi baru yang dipublikasikan di Molecular Plant menemukan cara untuk mengurangi emisi metana secara signifikan tanpa mengorbankan hasil panen.
Temuan ini pun memungkinkan peneliti untuk mengembangkan galur padi baru yang mengurangi emisi metana hingga 70 persen.
"Studi ini menunjukkan bahwa Anda dapat mengurangi metana dan tetap memiliki padi yang produktif," kata penulis senior Anna Schnürer, seorang ahli mikrobiologi di Universitas Ilmu Pertanian Swedia.
"Padi bisa didapatkan dengan menggunakan metode menanam tradisional, tanpa GMO," tambahnya dikutip dari Phys, Selasa (4/2/2025).
Baca juga:
Melansir The Debrief, tim menemukan bahwa senyawa kimia tertentu yang dilepaskan oleh akar padi, dikenal sebagai "eksudat akar," memainkan peran penting dalam produksi metana.
Dengan mengidentifikasi senyawa tersebut, para peneliti berhasil mengembangbiakkan galur padi baru yang mengeluarkan lebih sedikit metana sambil mempertahankan produktivitas padi.
Untuk mencapai kesimpulan tersebut, tim peneliti membandingkan eksudat akar dari dua varietas padi: SUSIBA2, galur hasil rekayasa genetika yang dikenal karena emisi metananya yang rendah, dan Nipponbare, varietas non-GMO (organisme hasil rekayasa genetika) dengan emisi rata-rata.
Mereka menemukan bahwa akar SUSIBA2 melepaskan fumarat yang jauh lebih sedikit. Fumarat merupakan senyawa yang tampaknya memberi makan mikroba penghasil metana.
Untuk mengonfirmasi peran fumarat, para peneliti menambahkannya ke tanah tanaman padi yang ditanam dalam wadah, yang menyebabkan peningkatan emisi metana.
Selain itu untuk menguji teori tersebut lebih lanjut, tim tersebut menerapkan zat kimia yang disebut oxantel atau penghambat yang menghalangi pemecahan fumarat dan melihat bahwa emisi metana menurun.
Namun fumarat bukanlah satu-satunya faktor yang berperan.
"Kami melihat bahwa tanah itu sendiri mengandung sesuatu yang mengurangi emisi metana, jadi kami mulai berpikir bahwa pasti ada semacam penghambat yang juga menyebabkan perbedaan antara varietas tersebut," kata Anna Schnürer, penulis senior penelitian dan ahli mikrobiologi di Universitas Ilmu Pertanian Swedia.
Setelah memeriksa ulang eksudat akar, tim menemukan bahwa tanaman SUSIBA2 juga melepaskan lebih banyak etanol.
Baca juga:
Menariknya, ketika etanol ditambahkan ke tanah, emisi metana menurun.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya