KOMPAS.com - Suhu di Kutub Utara melonjak lebih dari 20 derajat celsius pada Minggu (2/2/2025) dan melewati ambang batas pencairan es.
Laporan tersebut disampaikan layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S), sebagaimana dilansir The Guardian, Selasa (4/2/2025).
Suhu di utara Svalbard, Norwegia, telah meningkat hingga 18 derajat celsius lebih panas dari pada suhu rata-rata tahun 1991–2020 pada Sabtu (1/2/2025), dengan suhu aktual mendekati titik leleh es yaitu 0 derajat celsius.
Baca juga: Bisakah Menanam Pohon di Kutub Utara Atasi Pemanasan Global?
Pada Minggu, anomali suhu telah meningkat hingga lebih dari 20 derajat celsius.
Mika Rantanen, seorang ilmuwan di Institut Meteorologi Finlandia, menuturkan fenomena tersebut merupakan peristiwa pemanasan musim dingin yang sangat ekstrem.
"Mungkin bukan yang paling ekstrem yang pernah diamati, tetapi masih berada di batas atas dari apa yang dapat terjadi di Kutub Utara," kata Rantanen, dikutip dari The Guardian.
Sebelumnya, 2024 secara resmi dinyatakan sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan menurut C3S.
Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Padang Tundra Arktik Lepaskan Lebih Banyak Emisi
Untuk kali pertama juga, suhu rata-rata 2024 telah naik 1,5 derajat celsius bila dibandingkan pada masa pra-industri pada tahun 1850-an.
Di sisi lain, daerah kutub Bumi memanas jauh lebih cepat karena es laut yang memantulkan cahaya mencair.
Julien Nicolas, seorang ilmuwan dari C3S, mengatakan laut yang sangat panas di Atlantik timur laut memperkuat pemanasan yang disebabkan oleh angin.
"Peristiwa ini relatif jarang, tetapi kami tidak dapat menilai frekuensinya tanpa analisis lebih lanjut. Kami mengetahui bahwa peristiwa serupa terjadi pada Februari 2018," kata Nicolas.
Baca juga: Es di Samudra Arktik Diprediksi Akan Mencair Lebih Cepat
Data C3S juga menunjukkan suhu rata-rata harian lebih dari 20 derajat celsius di atas rata-rata di dekat kutub utara pada Minggu, dengan suhu absolut di atas -1 derajat celsius sejauh utara 87 derajat Lintang Utara.
Temuan tersebut dikonfirmasi oleh pelampung salju Arktik, yang mencatat suhu absolut 0,5 derajat celsius pada Minggu.
"Semua model yang saya lihat menunjukkan anomali suhu lebih dari 20 derajat celsius. Saya akan mengatakan 20 sampai 30 derajat celsius," papar Nicolas.
Arktik, Kutub Utara, telah memanas hampir empat kali lebih cepat daripada rata-rata global sejak 1979, dan panas ekstrem telah menjadi lebih panas dan lebih sering terjadi.
Baca juga: Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027
Dirk Notz, seorang ilmuwan iklim di Universitas Hamburg, menuturkan suhu yang meningkat di atas titik beku menjadi perhatian khusus karena mencairkan es.
"Tidak ada negosiasi dengan fakta ini, dan tidak ada negosiasi dengan fakta bahwa es akan semakin menghilang selama suhu terus meningkat," ucapnya.
Sebuah studi yang ditulis bersama Notz pada tahun 2023 menemukan, es laut Arktik pada musim panas akan hilang bahkan saat emisi dipangkas.
"Kami memperkirakan Samudra Arktik akan kehilangan lapisan es lautnya pada musim panas untuk pertama kalinya selama dua dekade mendatang," kata Notz.
"Ini mungkin akan menjadi bentang alam pertama yang menghilang karena aktivitas manusia, yang sekali lagi menunjukkan betapa kuatnya manusia dalam membentuk wajah planet kita," sambungnya.
Baca juga: Kabar Baik, Peneliti di Arktik Temukan Cara Tebalkan Es Laut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya