KOMPAS.com - Aliansi masyarakat mendesak pemerintah mencabut tambang nikel salah satu perusahaan di Pegunungan Wato-wato, Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara.
Masyarakat yang tergabung Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato (AMBPW) menyebutkan, pegunungan tersebut merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat.
Pada 13 Januari 2025, AMBPW kembali mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Haltim untuk menggelar audiens.
Baca juga: ITS Sambut Baik Usulan Perguruan Tinggi Kelola Tambang dalam RUU Minerba
Dalam pertemuan itu, AMBPW secara tegas menolak segala bentuk aktivitas perusahaan di atas Pegunungan Wato-wato.
Mereka juga meminta Pemerintah Haltim agar segera menindaklanjuti aspirasi warga dengan menyampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna meninjau ulang serta mencabut izin operasional perusahaan.
AMBPW juga meminta Bupati Haltim agar memberi arahan kepada pemerintah tingkat kecamatan sampai desa se-Kecamatan Maba agar menyampaikan kepada warga lainnya untuk tidak melakukan proses jual-beli lahan pada kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).
Juru Bicara Aliansi AMBPW Said Marsaoly mengatakan, pihak perusahaan terus berupaya membujuk pemilik lahan menjual tanah kepada mereka.
Baca juga: Dukung Program Pemerintah, MHU Perkuat Pencegahan Stunting di Kawasan Lingkar Tambang
"Penambangan di atas lahan APL akan berdampak buruk pada perkembangan kawasan permukiman Buli. Dan berdasarkan pemanfaatan dan peruntukan ruang dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), tidak boleh ada kegiatan tambang," kata Said dalam siaran pers yang diterima, Minggu (9/2/2025).
Dia juga meminta DPRD Haltim untuk memfasilitasi pertemuan antara AMBPW dengan DPRD Provinsi Maluku Utara, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup guna membahas permasalahan ini secara lebih menyeluruh.
Said menuturkan, beberapa kawasan hutan di dalam kawasan Pegunungan Wato-wato sudah ditetapkan sebagai perhutanan sosial dalam skema hutan desa.
Selain itu juga, menurut Said, wilayah Buli saat ini sudah menjadi korban dari sederet operasi tambang nikel, mulai dari perusahaan plat merah hingga korporasi nikel swasta.
Said menegaskan, komitmen aliansi adalah pada kecukupan bukan keserakahan. Oleh karena itu, dia mendesak Pemerintah Haltim berani merekomendasikan pencabutan IUP perusahaan.
Baca juga: Dugaan Gimmick di Balik Wacana Pengelolaan Tambang oleh Universitas
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara Julfikar Sangaji berujar, Pegunungan Wato-wato sangat erat hubungannya dengan kehidupan warga di Buli.
Pasalnya, bentang alam tersebut terdapat sungai-sungai yang airnya dipakai oleh warga.
Julfikar menuturkan, sungai yang membentang di sana memiliki peran vital dalam melayani kebutuhan air bersih warga setiap hari.
"Karena itu, warga pasti marah jika sumber air bersih sebagai sumber penghidupan mereka akan lenyapkan oleh operasi tambang. Namun ironisnya, Pemerintah Haltim tidak melihat tambang itu sebagai ancaman serius dalam keberlangsungan warga," ujar Julfikar.
Jika Pemerintah Haltim memandang Wato-wato sebagai sumber penghidupan yang penting untuk dilindungi maka sewajibnya, mereka dapat mengambil langkah yang lebih tegas.
Baca juga: Bukan Tambang, Perguruan Tinggi Diminta Fokus Usaha Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya