Keragaman etnobotani
Selain keragaman tumbuhan, Indonesia juga memiliki etnik dan budaya yang kaya. Interaksi antara komunitas masyarakat lokal dengan tumbuhan, dikenal sebagai etnobotani.
Baca juga: Gambut dan Mangrove Bisa Pangkas 770 Megaton Emisi CO2 di Asia Tenggara
Dengan etnobotani kita bisa memahami kegunaan tumbuhan secara empiris yang telah dipraktikkan oleh masyarakat lokal sejak berpuluh atau bahkan ratusan tahun. Contoh paling terkenal adalah jamu, yang telah diakui sebagai ‘warisan budaya tak benda’ oleh UNESCO pada 2023. Ini membuktikan bahwa interaksi budaya lokal dengan sumber daya tumbuhan Indonesia sudah diakui dunia akan eksistensi dan kegunaannya.
Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja) Kementerian Kesehatan sudah mendokumentasikan ribuan jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh berbagai etnik, dari Sumatra hingga Papua. Namun, jika melihat data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu), baru sekitar ratusan jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu.
Riset dan pengembangan RISTOJA sejatinya bisa diperluas lagi dengan menyasar masyarakat yang tinggal di pedalaman pulau-pulau kecil dan terluar. Mereka pun memiliki pengetahuan lokal yang sangat berharga.
Kita bisa membayangkan bagaimana mereka mampu bertahan dengan akses layanan kesehatan yang minim dan mengandalkan resep warisan leluhur secara turun-temurun—yang dulunya telah melalui proses trial and error. Beberapa di antaranya telah terbukti bermanfaat dan berkhasiat. Semua kearifan lokal ini harus bisa kita manfaatkan.
Di negara-negara Asia Timur, rumah sakit herbal memiliki tingkat okupansi lebih dari 70 persen. Meskipun biaya pengobatannya sebenarnya lebih mahal dari rumah sakit modern, tapi pengobatan herbal lebih digemari dan dipercaya oleh masyarakat.
Di Indonesia, klinik herbal Hortus Medicus di Tawangmangu sudah menunjukkan potensi besar dalam memberikan pengobatan berbahan alam. Ini bisa menjadi pemicu untuk memperluas riset, pengembangan produk, hingga implementasi dalam bentuk klinik atau rumah sakit berbasis herbal.
Di Maluku, kita mengenal ‘Herbarium Amboinense’, buku catatan yang berisi sekitar 1.200 jenis tanaman obat lokal yang didokumentasikan oleh ahli botani kelahiran Jerman Georgius Everhardus pada abad ke-17. Di Jawa ada dokumentasi pengetahuan lokal serupa dalam Serat Centhini, di Pulau Dewata ada Usada Bali dan masih banyak lagi pengetahuan lokal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pengetahuan lokal Indonesia ini tidak kalah pentingnya dengan temuan luar negeri, seperti penemuan obat malaria Artemisia oleh perempuan ilmuwan Cina, Tu Youyou yang meraih Nobel Kesehatan pada 2015.
Contoh senyawa obat lain yang ditemukan melalui pengetahuan tradisional antara lain aspirin (obat pengencer darah dari Filipendula ulmaria), digoxin (obat jantung dari Digitalis purpurea), morphine (penghilang nyeri dari Papaver somniferum), quinine (obat malaria dari Cinchona pubescens), dan masih banyak lagi. Semua ini menunjukkan bahwa pengetahuan lokal kita berpotensi menghasilkan inovasi besar di masa depan.
Sudah saatnya Indonesia serius menggarap potensi dan kekayaan alam ini. Dengan fokus pada sektor yang kita miliki, yakni keanekaragaman tumbuhan, kita bisa menciptakan produk-produk inovatif yang berbasis riset dan berpotensi menjadi pemasok utama kebutuhan pasar global.
Mengembangkan riset dan inovasi tentu tidak seperti cerita Candi Prambanan yang katanya dibangun hanya dalam waktu semalam. Kita butuh konsistensi dan napas yang panjang.
Jika fokus mengelola keanekaragaman hayati, dengan dukungan sumber daya manusia unggul, infrastruktur riset memadai, pendanaan yang cukup, serta konsistensi kebijakan yang berpihak pada riset, maka saya hakulyakin kita bisa menciptakan inovasi yang mampu mengubah masa depan Indonesia.
Baca juga: Bagaimana Keanekaragaman Hayati Pengaruhi Kehidupan Manusia?
* Profesor Riset Badan Riset dan Indovasi Nasional (BRIN)
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya