Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/02/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai pemberian izin usaha pertambangan (IUP) secara prioritas dan peluasan entitas penerima konsesi dinilai menjadi langkah mundur tata kelola pertambangan.

Juru Kampanye Jatam Alfarhat Kasman mengatakan, naskah revisi Undang-undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang memberikan IUP secara prioritas bisa dinilai sebagai bagi-bagi konsesi tambang.

Ditambah dengan UU Cipta Kerja yang tidak menekankan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), RUU Minerba dinilai bakal memperluas dan memperpanjang daya rusak dari aktivitas pertambangan.

Baca juga: Poin Revisi RUU Minerba: Kampus Tak Jadi Diberi Konsesi Tambang, UKM Daerah Dapat Jatah

"Laju perluasan daya rusak itu tidak akan mungkin bisa ditekan lagi dengan adanya pemberian konsesi tambang," kata Alfarhat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/2/2025).

Dengan meluasnya entitas penerima tambang, Alfarhat menuturkan aktor perusakan hingga pemburu rente akan semakin bertambah.

Dia menambahkan, beberapa pasal yang dirumuskan ada klausul pemberian izin tambang secara prioritas kepada entitas tertentu, termasuk untuk swasta.

"Dan itu tentunya akan berputar pada wilayah-wilayah yang memang perusahaan-perusahaan yang dekat dengan kekuasaan," papar Alfarhat.

Hal-hal tersebut, ujar Alfarhat, juga bakal berimplikasi terhadap kehidupan warga di sekitar tambang ataupun warga yang akan tergeser akibat pertambangan.

Baca juga: DPR Sahkan UU Minerba, UMKM-Ormas Dapat Kelola Tambang

"Jadi musuh-musuh yang anak dihadapi warga (terdampak tambang) akan semakin banyak. Jatam secara konsisten tetap menolak (RUU Minerba)," ucap Alfarhat.

Dia juga mempertanyakan pembahasan RUU Minerba yang dikebut dalam waktu singkat serta minimnya partisipasi publik.

Disahkan

Diberitakan Kompas.com, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan RUU Minerba menjadi UU dalam rapat paripurna, Selasa (18/2/2025).

"Tibalah saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan UU tentang perubahan keempat atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, yang memimpin rapat paripurna.

"Setuju," jawab seluruh hadirin, disusul ketukan palu tanda pengesahan.

Baca juga: Revisi UU Minerba Disahkan Hari Ini: UMKM-Ormas Bisa Kelola Tambang, Kampus Tidak

Sebelumnya, DPR RI dan pemerintah menggelar rapat pleno di ruang sidang Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

Rapat juga dihadiri oleh oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto.

Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba menyepakati pengubahan 13 pasal dari Undang-Undang Minerba yang sebelumnya.

"Pertama, perbaikan pasal-pasal yang terkait dengan Putusan MK, yaitu Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A," ucap Ketua Panja RUU Minerba Martin Manurung dalam rapat pleno tersebut, sebagaimana dilansir Antara.

Usai rapat, Andi Agtas dan Bahlil menuturkan ada beberapa kesepakatan penting dalam RUU tersebut.

Baca juga: Bahlil: Konsesi Tambang untuk UMKM Daerah, Bukan dari Jakarta

1. Skema prioritas

Terdapat perubahan skema pemberian IUP ataupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dari yang semula sepenuhnya melalui mekanisme lelang, kini berubah menjadi skema prioritas melalui mekanisme lelang.

"Pemberian mekanisme lelangnya tetap, tetapi juga sekaligus ada pemberian dengan cara prioritas," ucap Andi Agtas.

Andi Agtas menuturkan, badan usaha milik daerah (BUMD) daerah tambang juga berpotensi mendapatkan IUP.

"Akan dikoordinasikan oleh Menteri ESDM dalam rangka pengembangan sumber daya ekonomi di masing-masing wilayah," ujarnya.

Baca juga: Bahlil Tegaskan Izin Kelola Tambang Diberikan untuk UKM Daerah

2. Kampus tak jadi diberi konsesi tambang

DPR dan pemerintah sepakat membatalkan usulan pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dalam RUU Minerba.

WIUP akan diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), BUMD, hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.

Andi Agtas menuturkan, adakan ada penugasan khusus kepada BUMN, BUMD, atau swasta untuk membantu kampus yang membutuhkan.

"Terutama untuk melakukan ataupun penyediaan dana riset dan termasuk juga menyangkut soal pemberian biasiswa kepada mahasiswanya," ujar Andi Agtas.

Untuk itu, dia menekankan bahwa pemerintah tidak memberikan izin langsung kepada kampus dalam pengelolaan tambang.

Baca juga: Akademisi Timur: Kampus Jangan Mau Diadu Domba soal Tambang

3. Konsesi tambang untuk ormas keagamaan

Pemberian konsesi tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang diatur dalam RUU Minerba.

Andi Agtas menekankan, pemberian izin itu sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif.

"Juga terkait dengan pemberian konsesi kepada ormas keagamaan, dan itu sudah disepakati antara pemerintah maupun bersama dengan DPR," ujar Andi Agtas.

Baca juga: Forum Akademisi Timur Tolak Kampus Kelola Tambang

4. UKM lokal dapat jatah

Bahlil menuturkan, pemberian izin tambang akan diberikan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) lokal, bukan dari luar daerah.

"(Pelibatan) UKM ini kami akan desain untuk UKM daerah. Contoh, nikel yang ada di Maluku Utara, UKM yang dapat bukan UKM dari Jakarta, tapi UKM yang ada di Maluku Utara," ucap Bahlil.

Adapun syarat bagi UKM untuk mengelola lahan tambang adalah UKM yang modalnya Rp 10 miliar.

Dengan mengikuti berbagai proses untuk mengelola lahan tambang, Bahlil berharap agar satu sampai tahun kemudian, UKM tersebut dapat naik kelas menjadi perusahaan besar.

“Memang itu yang UKM kehendaki, untuk kita melahirkan pengusaha-pengusaha besar dari daerah. Agar apa? Mengurangi rasio ketimpangan,” kata Bahlil.

Baca juga: ITS Sambut Baik Usulan Perguruan Tinggi Kelola Tambang dalam RUU Minerba

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau