Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Platform Baru ICAO, Hubungkan Proyek Dekarbonisasi Penerbangan dengan Investor

Kompas.com - 18/02/2025, 20:04 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber ESG Today

KOMPAS.com - Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) meluncurkan platform baru bernama ICAO Finvest Hub.

Platform tersebut bertujuan untuk menghubungkan proyek-proyek keberlanjutan penerbangan seperti produksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF), infrastruktur energi bersih, dan inisiatif dekarbonisasi dengan investor di seluruh dunia.

Tapi tak hanya itu saja. Finvest Hub juga bertujuan untuk menciptakan jalur menuju pendanaan proyek-proyek dekarbonisasi penerbangan, memprioritaskan penyediaan dukungan bagi negara-negara berkembang dan negara-negara yang menghadapi tantangan unik dalam pembiayaan proyek-proyek.

Yang juga tak kalah penting adalah berfungsi secara aktif terlibat dengan pemerintah, lembaga keuangan, dan pemangku kepentingan sektor swasta untuk mendorong dan mempercepat akses ke pendanaan baru dan tambahan bagi proyek-proyek yang berkontribusi pada dekarbonisasi penerbangan internasional.

Baca juga:

"Finvest Hub memperkenalkan akses ke mekanisme keuangan baru yang dirancang khusus untuk proyek-proyek keberlanjutan penerbangan," kata Sekretaris Jenderal ICAO Juan Carlos Salazar.

"Dengan menghubungkan keahlian teknis dengan solusi pembiayaan yang inovatif, kami menciptakan jalur-jalur praktis untuk meningkatkan produksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan dan sumber-sumber energi yang lebih bersih lainnya," paparnya lagi.

Proyek-proyek keberlanjutan itu nantinya juga akan berfungsi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi sekaligus memajukan perlindungan lingkungan di seluruh negara anggota.

Menurut ICAO, seperti dikutip dari ESG Today, Selasa (18/2/2025) SAF, bahan bakar penerbangan rendah karbon (LCAF) serta solusi energi bersih lainnya diharapkan menjadi fokus penting platform baru ini.

Hal itu dikarenakan solusi-solusi tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tujuan sipil internasional untuk mencapai emisi nol karbon pada 2050.

Seperti yang kita ketahui bahan bakar menyumbang sebagian besar emisi penerbangan.

Namun kehadiran SAF dipandang sebagai salah satu alat utama untuk membantu mendekarbonisasi industri penerbangan dalam jangka pendek hingga menengah.

SAF umumnya diproduksi dari sumber daya berkelanjutan seperti minyak limbah dan residu pertanian.

Produsen SAF memperkirakan bahan bakar tersebut dapat menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 85 persen dibandingkan dengan bahan bakar konvensional.

Akan tetapi upaya untuk meningkatkan penggunaan SAF secara signifikan oleh maskapai penerbangan menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk rendahnya pasokan yang saat ini tersedia di pasar serta harganya yang jauh di atas harga bahan bakar fosil konvensional.

Hal tersebut membuat SAF hanya menyumbang sekitar 0,5 persen dari penggunaan bahan bakar komersial global pada 2024.

Baca juga:

Dengan adanya platform baru, ICAO menyebut itu akan memberikan dukungan yang sangat penting bagi upaya untuk meningkatkan solusi dekarbonisasi penerbangan, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan produksi dan penggunaan SAF guna memenuhi permintaan.

“Keberhasilan transisi lingkungan penerbangan bergantung pada kemitraan yang kuat dan pendanaan yang dapat diakses, khususnya bagi negara-negara berkembang," ungkap Presiden Dewan ICAO Salvatore Sciacchitano.

Pembentukan Hub Finvest pun menjadi kekuatan kerja sama internasional dalam menangani tanggung jawab lingkungan bersama kita.

"Melalui platform ini, kami bertindak atas komitmen kami untuk mencapai emisi nol karbon pada tahun 2050, sambil menerapkan Kerangka Kerja Global untuk Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan yang diadopsi di Dubai,” kata Sciacchitano.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Akademisi: Program Hilirisasi Mineral Tetap Bisa Jaga Kelestarian Alam Indonesia
Akademisi: Program Hilirisasi Mineral Tetap Bisa Jaga Kelestarian Alam Indonesia
BUMN
Otorita Pengelola Pantura Jawa Fokus Bangun Tanggul Laut untuk Jaga Ekosistem Pesisir
Otorita Pengelola Pantura Jawa Fokus Bangun Tanggul Laut untuk Jaga Ekosistem Pesisir
Pemerintah
4 Ha TN Lore Lindu Rusak karena Ditambang, Pelaku terancam 10 Tahun Penjara
4 Ha TN Lore Lindu Rusak karena Ditambang, Pelaku terancam 10 Tahun Penjara
Pemerintah
Kemenhut Pastikan Belum Ada Izin Pemanfaatan Hutan di Pulau Sipora Mentawai
Kemenhut Pastikan Belum Ada Izin Pemanfaatan Hutan di Pulau Sipora Mentawai
Pemerintah
Kebakaran Hutan di Uni Eropa Capai Level Terburuk Sepanjang Sejarah
Kebakaran Hutan di Uni Eropa Capai Level Terburuk Sepanjang Sejarah
Pemerintah
Krisis Iklim Tingkatkan Kasus Kecelakaan di Laut dan Perburuk Kehidupan Nelayan
Krisis Iklim Tingkatkan Kasus Kecelakaan di Laut dan Perburuk Kehidupan Nelayan
LSM/Figur
Demi Capai Target Emisi, China Bangun PLTS Terbesar di Dunia
Demi Capai Target Emisi, China Bangun PLTS Terbesar di Dunia
Pemerintah
Krisis Iklim Jadi Tantangan Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Sigi
Krisis Iklim Jadi Tantangan Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Sigi
Pemerintah
Perdagangan Karbon Belum Bergairah, Padahal Butuh Rp 4.000 T untuk Pangkas Emisi
Perdagangan Karbon Belum Bergairah, Padahal Butuh Rp 4.000 T untuk Pangkas Emisi
Pemerintah
Survei: Publik di Negara Berkembang Lebih Percaya Ilmuwan Jadi Sumber Informasi Iklim
Survei: Publik di Negara Berkembang Lebih Percaya Ilmuwan Jadi Sumber Informasi Iklim
Pemerintah
Inovasi Baru, Ilmuwan Bikin Alat untuk Perkirakan Dampak Sosial Kekeringan
Inovasi Baru, Ilmuwan Bikin Alat untuk Perkirakan Dampak Sosial Kekeringan
Pemerintah
Cegah Dominasi Industri Monokultur, Daerah Perlu Diversifikasi Komoditas
Cegah Dominasi Industri Monokultur, Daerah Perlu Diversifikasi Komoditas
Pemerintah
KLH: RI Butuh Rp 4.000 Triliun untuk Penuhi Target NDC Iklim
KLH: RI Butuh Rp 4.000 Triliun untuk Penuhi Target NDC Iklim
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Gangguan Tikus di Kota-Kota Besar Dunia
Krisis Iklim Picu Gangguan Tikus di Kota-Kota Besar Dunia
Pemerintah
Berdiri Kokoh, Jembatan Berkahf Jadi Harapan Baru untuk Warga di Musi Rawas
Berdiri Kokoh, Jembatan Berkahf Jadi Harapan Baru untuk Warga di Musi Rawas
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau