Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emisi CO2 Penerbangan Global Naik karena Konflik Ukraina

Kompas.com - 13/02/2025, 20:06 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Studi baru mencatat emisi karbon dioksida penerbangan global meningkat sebesar 1 persen pada tahun 2023.

Hal tersebut dikarenakan pesawat terbang harus menempuh rute yang lebih panjang untuk menghindari wilayah udara Rusia.

Mengutip Phys, Kamis (13/2/2025) setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, maskapai penerbangan Barat dilarang terbang di atas wilayah Rusia.

Hal ini akhirnya memaksa maskapai untuk menempuh rute yang lebih panjang dan jauh--antara Eropa atau Amerika Utara dan Asia Timur, sehingga menghabiskan lebih banyak bahan bakar dalam prosesnya.

Studi yang diterbitkan 12 Februari di Communications Earth & Environment ini menemukan bahwa pengalihan rute yang disebabkan oleh perang Ukraina menyebabkan pesawat terbang menggunakan bahan bakar rata-rata 13 persen lebih banyak dibandingkan dengan rute aslinya.

Baca juga: Jejak Karbon Bulanan ChatGPT Setara 260 Penerbangan Jakarta - Dubai

Dampaknya bahkan lebih besar untuk penerbangan antara Eropa dan Asia, yang mengalami peningkatan konsumsi bahan bakar sebesar 14,8 persen.

Penerbangan antara Amerika Utara dan Asia mengalami peningkatan konsumsi bahan bakar sebesar 9,8 persen.

"Setelah invasi Ukraina, terjadi penurunan jumlah penerbangan antara negara-negara Barat dan Asia Timur karena maskapai penerbangan menyesuaikan rute mereka," kata Profesor Nicolas Bellouin, salah satu penulis studi ini dari Universitas Reading, Inggris.

Namun seiring berjalannya waktu, penerbangan kembali dilanjutkan tetapi harus mengambil rute memutar yang signifikan, baik yang terbang ke selatan Rusia atau melintasi Kutub Utara.

"Penerbangan yang terdampak mencapai sekitar 1.100 penerbangan per hari, tetapi jarak tambahan yang harus mereka tempuh berdampak signifikan pada jejak karbon penerbangan secara keseluruhan," terang Bellouin.

Pengalihan itu pun menambah 8,2 juta metrik ton CO2 pada emisi penerbangan global pada tahun 2023.

Dalam studi ini peneliti menggunakan data pelacakan penerbangan dan model komputer canggih untuk menghitung berapa banyak bahan bakar ekstra yang digunakan pesawat pada rute baru mereka.

Baca juga: Pelancong Mau Bayar Lebih untuk Penerbangan Rendah Emisi

Analisis memperhitungkan faktor-faktor seperti pola angin, yang dapat memengaruhi konsumsi bahan bakar secara signifikan.

Pembatasan wilayah udara di Libya, Suriah, dan Yaman juga dipertimbangkan oleh tim peneliti.

Mereka menemukan konflik di setiap negara memengaruhi antara 60 dan 100 penerbangan per hari.

Pesawat yang menghindari wilayah udara Libya menggunakan bahan bakar rata-rata 2,7 persen lebih banyak, sementara yang menghindari Suriah mengalami peningkatan 2,9 persen.

Pengalihan di sekitar Yaman memiliki dampak yang sedikit lebih besar, dengan pesawat menggunakan bahan bakar 4,3 persen lebih banyak.

Namun menurut peneliti pembatasan penerbangan di wilayah udara tersebut relatif sedikit dan hanya memerlukan pengalihan yang lebih pendek sehingga dampaknya terhadap emisi penerbangan global kurang dari 0,2 persen.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau