Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Berhasil Olah Limbah Industri Tak Berguna Jadi Komponen Baterai

Kompas.com, 10 Januari 2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah ilmuwan berhasil memanfaatkan limbah industri yang tidak berguna menjadi bahan penting dalam baterai.

Temuan tersebut diteliti oleh sejumlah ilmuwan Northwestern University, Amerika Serikat (AS), sebagaimana dilansir Euronews, Rabu (8/1/2024).

Limbah tersebut adalah triphenylphosphine oxide (TPPO), sampah yang timbul dari pembuatan produk-produk manufaktur seperti tablet vitamin.

Baca juga: Ambisi AS Bangun Sistem Baterai Terbesar di Dunia, Seperti Apa?

Setiap tahunnya, berton-ton TPPO dihasilkan dari aktivitas industri. Akan tetapi, sampai saat ini jenis limbah tersebut tidak berguna dan harus dibuang dengan hati-hati.

Kini, dari hasil penelitian yang dilakukan para peneliti tersebut, limbah tersebut bisa dimanfaatkan untuk menggantikan logam langka dalam teknologi baterai redoks.

Untuk diketahui, baterai redoks memiliki kandungan utama yang berbeda dengan baterai litium.

Bila baterai litium digunakan untuk berbagai peranti elektronik hingga mobil listrik, baterai redoks lebih cocok dimanfaatkan untuk penyimpanan energi skala besar.

Baca juga: Baterai Litium-Sulfur Ultra Fast Charging Jadi Solusi Mobil Listrik Jarak Jauh

Penyimpanan energi yang dimaksud termasuk berasal dari pembangkitan listrik energi angin dan energi surya.

Penulis utama studi tersebut, Emily Mahoney, mengatakan, pemanfaatan limbah untuk sesuatu yang berguna merupakan sebuah terobosan.

Pasalnya, selama ini logam-logam penyusun baterai biasanya berasal dari penambangan yang insenif dan invasif.

Ketersediaannya di alam juga terbatas. Padahal, peran baterai akan semakin krusial di masa depan ketika dunia bertransisi energi.

Baca juga: Polygon Group Kembangkan Manufaktur Baterai Lithium melalui PT Greenway Indonesia

Maka, peralihan pemanfaatan logam yang ditambang dari alam menjadi bahan yang lebih berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk baterai.

Penulis lain dari studi tersebut, Christian Malapit, menyampaikan hasil penelitian tersebut membuktikan ahli kimia sintetis bisa berkontribusi terhadap pengembangan baterai.

Terutama dalam hal merekayasa limbah manufaktur menjadi molekul penyimpanan energi.

"Penemuan kami menunjukkan potensi mengubah senyawa limbah menjadi sumber daya yang berharga, menawarkan jalur berkelanjutan untuk inovasi dalam teknologi baterai," kata Malapit.

Kini, para ilmuwan berharap bahwa TPPO dapat digunakan untuk menyimpan energi terbarukan di masa mendatang.

Baca juga: Di COP29, Wakil Menteri PPN Ungkap Indonesia dalam Posisi Tepat Pimpin Industri Baterai

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau