Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepi Peminat, Insentif EV Perlu Disertai Disinsentif Kendaraan Konvensional

Kompas.com - 20/02/2025, 15:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Data Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menunjukkan penjualan electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik di dalam negeri masih sangat rendah, meski tumbuh.

Penjualan mobil listrik baru mencapai 4,98 persen pada 2024. Sedangkan sepeda motor listrik sebesar 1,1 persen di tahun yang sama.

Executive Director Core Indonesia, Mohammad Faisal, menilai kurangnya minat masyarakat membeli EV salah satunya karena mempertimbangkan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Selain itu, dipengaruhi harga kendaraan yang tinggi.

"Charging station pun juga sudah ada sebetulnya targetnya sampai 2030, dan kalau kita lihat realisasinya sampai 2024 masih jauh di bawah targetnya. Kurang lebih kalau saya lihat di sini 2024 untuk yang EV charging stationnya sekitar 25 persen baru tercapai," ungkap Faisal dalam diskusi daring, Kamis (20/2/2025).

Oleh sebab itu, dalam studinya Core Indonesia merekomendasikan berbagai perbaikan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan minat beli masyarakat terhadap kendaraan listrik.

Baca juga: Mahal tetapi Belum Bisa Jadi Investasi, Alasan Orang Ragu Beli EV 

Pertama, meneruskan insentif kendaraan listrik agar harganya terjangkau oleh konsumen. Pemerintah perlu mempertimbangkan disinsentif kendaraan konvensional.

"Misalnya dengan pajak kendaraan bermotor, atau pajak kendaraan bermotor untuk yang sudah tua menjadi lebih besar lebih progresif misalnya. Lalu yang ketiga, manfaat yang di luar finansial maksud misalnya biaya parkir yang lebih murah, biaya tol yang lebih murah," jelas Faisal.

Di samping itu, insentif bisa diberikan ke transportasi umum dan pembelian baterai bagi industri serta manufaktur.

"Karena kita memproduksi nikel, kami berharap nikel yang diproduksi di hulu bisa diserap untuk sebagai bahan baku pembuatan baterai maka insentifnya juga diprioritaskan untuk baterai berbasis nikel," imbuh dia.

Dalam studinya, para peneliti merekomendasikan agar pemerintah memperkuat kegiatan riset dan pengembangan kendaraan listrik. Kemudian, mendorong kemitraan antara pelaku industri besar dengan usaha kecil menengah (UMK).

"Lalu yang terakhir adalah bagaimana kemungkinan untuk bisa mengembangkan kawasan industri khusus untuk EV dengan fasilitas insentif tertentu," tutur Faisal.

"Dari sisi infrastruktur, ekosistem, juga ada beberapa insentif yang kita identifikasi yang perlu diperluas lagi termasuk stasiun pengisian daya dan penukaran baterai," tambah dia.

SPKLU, kata dia, harus dibangun bukan hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan dan juga di jalan-jalan penghubung utama.

Baca juga: Penjualan EV Global Naik 18 Persen pada Januari 2025

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau