Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamen LH Ungkap Perdagangan Karbon Internasional Tak Begitu Menggeliat

Kompas.com - 20/02/2025, 21:16 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, mengungkapkan bahwa perdagangan karbon internasional masih belum optimal.

Indonesia membuka perdagangan karbon internasional di awal tahun ini, usai perdagangan skala nasional dimulai yang ditandai dengan peluncuran Bursa Karbon Indonesia pada 2023.

"Sekarang international carbon trading sudah terbuka, jadi paling tidak sudah ada perubahan sedikit bisa jual-beli secara internasional. Tetapi memang harus diakui juga pergerakannya tidak begitu menarik," ujar Diaz dalam acara Indonesia Climate Policy Outlook 2025 yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2025).

Baca juga: Pertama Kali, China Kenalkan Kapal Minyak dengan Penangkap Karbon

Menurut dia, hal itu dikarenakan pasar internasional lebih condong kepada nature based solution (NBS) atau solusi berbasis alam terutama dari lahan gambut. Dari segi harga pun dianggap lebih murah dan terjangkau.

Oleh sebab itu, Kementerian Lingkungan Hidup tengah mencari suplai kredit karbon berbasis alam seperti emisi yang disimpan pada ekosistem gambut.

"Suplai-suplai itu sedang kami buka, dan Sistem Registri Nasional-nya juga sedang diperbaiki, di-improve. Tetapi sebenarnya bukan hanya masalah suplai tetapi adalah tingkat ketertarikan atau attractiveness dari carbon itu sendiri," jelas Diaz.

Artinya, kata dia, ada faktor pengakuan dari lembaga sertifkasi yang diinginkan komunitas internasional. Karenanya, pemerintah mendorong permintaan pasar dengan Mutual Recognition Agreement (MRA) yakni kesepakatan antarnegara untuk saling mengakui sertifikat kredit karbon. 

Baca juga: Berharga tetapi Tak Dihargai, Lahan Gambut Jadi Bom Emisi Karbon

Sebelumnya, pemerintah Indonesia dan Jepang mencapai kesepakatan untuk memulai penerapan MRA dalam pelaksanaan perdagangan karbon. Kerja sama tersebut dilakukan saat Conference of Parties ke-29 (COP29) UNFCCC di Baku, Azerbaijan tahun lalu.

Berdasarkan data hingga 14 Februari 2024, volume perdagangan kredit karbon mencapai 1,5 juta ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2e) sejak diluncurkan September 2023 lalu. Sementara, nilai perdagangannya mencapai Rp 76,5 miliar dengan 107 partisipan yang terlibat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau