KOMPAS.com - Tambak budi daya udang berkelanjutan yang dikembangkan di Desa Lalombi, Donggala, Sulawesi Tengah disebut diminati oleh investor asing, khususnya dari Jepang.
Sistem yang diberi nama Climate Smart Shrimp Farming (CSSF) tersebut dikembangkan oleh perusahaan rintisan, JALA, bersama para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fakultas Kehutanan Universitas Tandolako, dan Yayasan Konservasi Indonesia.
CEO JALA Aryo Wiryawan mengatakan, investor dari Jepang datang ke lokasi tambak.
Baca juga: Tekstil Berkelanjutan Indonesia Dipamerkan di Source Fashion London
"Mereka tertarik mempelajari inovasi tambak kita, kemudian berinvestasi dan mengembangkannya juga," kata Aryo sebagaimana dilansir Antara, Kamis (20/2/2025).
Tambak tersebut merupakan sistem budi daya udang berkelanjutan yang perdana dilakukan secara nasional untuk tujuan memulihkan ekosistem mangrove.
Sistem tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan hasil produksi tambak udang dengan cara yang ramah lingkungan.
Aryo menjelaskan, dari 12 hektar lahan mereka di Desa Lalombi, tidak semua digunakan untuk menjadi tambak udang, tetapi dibagi secara proporsional sesuai dengan hasil kajian para peneliti.
Berdasarkan desain rencana, hanya seluas 3,5 hektar lahan dibangun untuk tambak pembiakan udang.
Baca juga: Tingkatkan Produktivitas, Ini Inovasi APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Lahan lainnya ditanami mangrove dan dibuat kolam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) demi memaksimalkan proses penyaringan alami air dengan luas sekitar 6,5 hektare.
"Dilakukan seperti ini, karena fokus CSSF bukan pada tambak udangnya, tetapi keberlanjutan lingkungan, dan sirkulasi hidrologinya yang mesti dijaga," kata Aryo.
Ia menambahkan, skema pemanfaatan lahan jadi aspek yang diperhitungkan secara rinci demi menyukseskan proyek DSSF senilai 1,2 juta dollar AS ini.
Aryo menjabarkan, prinsip kerja dari sistem CSSF yang mereka kembangkan adalah untuk memanajemen air supaya tetap berkualitas baik.
Mulai dari air laut yang dipompa masuk mengalir ke saluran masuk untuk mengisi tambak pembiakan udang.
Baca juga: Cara Produksi Hidrogen Berkelanjutan Dikembangkan, Bebas Emisi Karbon
Selanjutnya, dalam siklus budi daya atau sekitar per empat bulan (120 hari) sekali, air dari tambak udang itu akan dialirkan kembali ke laut melalui rangkaian pipa yang melintasi kolam IPAL dan area mangrove terlebih dulu.
"Dikatakan berhasil jika air masuk dan air keluar itu sama jernih atau netral. Produksi mencapai target sekitar 35 ton per siklus. Nah bagian ini yang mereka ngotot sekali. Ingin tahu detail, bagaimana rangkaian pipa dan sistem pompanisasi yang tim teknik kami bangun untuk CSS ini," kata dia.
Aryo mengaku tak terkejut dengan tingginya minat dari orang Jepang untuk berinvestasi pada budi daya udang berkelanjutan seperti ini, meskipun projeknya baru dimulai dan masih perlu disempurnakan.
Hal ini dikarenakan, selain karena bangsa Jepang yang sudah sadar inovasi teknologi dan berwawasan bisnis berkelanjutan, mereka juga dikenal sangat suka makan enak dari olahan seafood berkualitas premium.
Baca juga: Standar Pelaporan Emisi Kakao Terbit, Dorong Cokelat Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya