Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Separuh Negara Dunia Tak Punya Rencana Perlindungan Biodiversitas

Kompas.com, 25 Februari 2025, 16:41 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Lebih dari separuh negara di dunia tidak memiliki rencana untuk melindungi 30 persen wilayah daratan dan lautan yang dimilikinya meski berkomitmen pada perjanjian global untuk melakukannya.

Temuan tersebut berdasarkan analisis rencana negara-negara yang dilakukan oleh Carbon Brief dan Guardian.

Pada akhir 2022, hampir setiap negara menandatangani kesepakatan PBB yang dilakukan selama satu dekade untuk menghentikan kerusakan ekosistem Bumi.

Kesepakatan tersebut mencakup target utama untuk melindungi hampir sepertiga planet demi biodiversitas pada akhir dekade ini, sebuah tujuan yang dikenal sebagai '30 by 30'.

Namun, seperti dikutip dari Guardian, Selasa (25/2/2025) saat para pemimpin negara berkumpul di Roma untuk mengakhiri negosiasi COP 16, jelas terlihat bahwa negara-negara dunia tidak menetapkan angka target untuk melindungi biodiversitas.

Baca juga: Krisis Iklim Ancam Situs Warisan Alam Dunia, Terutama di Asia Tenggara

Dari 137 negara yang telah mengajukan rencana, 70 negara (51 persen) tidak menyertakan proposal untuk melindungi 30 persen daratan dan lautan mereka, dan 10 negara tidak menjelaskan apakah mereka akan melakukannya atau tidak.

Sebanyak 61 negara lainnya belum mengajukan rencana apa pun untuk memenuhi target tersebut.

Besarnya jumlah negara yang tidak mencantumkan tujuan perlindungan biodiversitas dalam rencana mereka ini cukup mengkhawatirkan.

Pasalnya, negara-negara itu mewakili 34 persen biodiversitas Bumi dan merupakan negara dengan keanekaragaman hayati besar, seperti Meksiko, Indonesia, Malaysia, Peru, Filipina, Afrika Selatan, dan Venezuela.

Finlandia mengatakan mereka masih dalam proses menyelesaikan targetnya, tetapi mengatakan bahwa mencapai tujuan '30 by 30' akan sangat menantang.

"Untuk mencapai target itu, kawasan lindung di daratan harus ditingkatkan sekitar 700.000 hektar per tahun," ungkap juru bicara Finlandia.

Norwegia, negara dengan industri perikanan, minyak, dan gas yang besar, belum memasukkan kawasan laut dalam target 30 persennya.

Dikatakan bahwa pihaknya masih mencari tahu kawasan laut mana yang akan dianggap dilindungi berdasarkan definisi PBB saat ini dan akan mengklarifikasi status konservasinya setelah proses tersebut selesai.

Sementara Indonesia, salah satu dari tiga negara yang memiliki hutan hujan terbesar di Bumi, juga tidak mengajukan target persentase.

Juru bicara pemerintah mengatakan tujuan global tersebut seharusnya tidak memberikan beban yang tidak perlu pada negara-negara.

“Mengelola keanekaragaman hayati bukanlah tugas yang mudah, keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan harus dijaga, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia,” demikian pernyataan Indonesia dalam pertemuan itu.

Baca juga: Konsumsi Negara Kaya Hancurkan Biodiversitas Negara Berkembang

Brian O'Donnell, direktur Campaign for Nature, mengatakan, negara-negara tidak berada di jalur yang tepat untuk memenuhi komitmen global 30 persen karena terkait dengan kurangnya keuangan dari negara-negara kaya untuk membantu negara lain memenuhi target, dan kurangnya keterlibatan dari para pemimpin dunia.

"Ini penting jika kita ingin mencegah kepunahan puluhan ribu spesies dan mempertahankan layanan yang disediakan oleh alam yang utuh seperti penyerbukan, penyaringan air dan udara, pertahanan badai, dan pencegahan pandemi," katanya.

Inger Andersen, direktur eksekutif Program Lingkungan PBB, menambahkan bahwa angka pemantauan pada kawasan lindung menunjukkan adanya kemajuan, dengan 17,6 persen daratan dan 8,4 persen lautan berada dalam perlindungan.

Namun, ia mengatakan masih banyak yang perlu dilakukan.

“30 by 30 adalah target global dan cara negara-negara menerapkannya di tingkat nasional akan berbeda di seluruh dunia, tergantung pada situasi nasional. Target harus membantu mendorong tindakan, tetapi tidak boleh melemahkan upaya konservasi lain atau dianggap sebagai hal yang terpisah,” katanya.

“Tanpa melindungi alam, kita tidak akan dapat mencapai tujuan iklim dan pembangunan kita,” tambah Inger.

Baca juga: Perubahan Iklim Pengaruhi Produksi Kakao, Termasuk Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau