KOMPAS.com - Penutupan 343 tempat pembuangan akhir (TPA) open dumping atau pembuangan sampah secara terbuka dapat membuka potensi ekonomi senilai Rp 127,5 triliun.
Prediksi tersebut muncul berdasarkan hasil studi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Kementerian Perindustrian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan, penutupan TPA open dumping dan transformasi menuju sistem pengelolaan sampah terintegrasi tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi signifikan.
Baca juga: KLH: Kasus TPA Ilegal Depok Jadi Pelajaran Pengelolaan Sampah
"Peluang ini mencakup pengembangan industri daur ulang material, produksi kompos dan pupuk organik, pembangkit listrik berbasis sampah, produksi bahan bakar alternatif, sistem pemulihan material berharga, serta jasa konsultasi dan teknologi pengelolaan sampah," kata Hanif, sebagaimana dilansir Antara.
Studi tersebut mengidentifikasi, setidaknya ada tujuh sektor bisnis potensial dari penutupan TPA open dumping yang dapat dikembangkan melalui transformasi sistem pengelolaan sampah nasional.
Pertama, industri daur ulang material. Potensi nilai ekonominya mencapai Rp 42,3 triliun per tahun meliputi daur ulang plastik, kertas, logam, dan kaca.
Kedua, produksi kompos dan pupuk organik. Potensi nilai ekonominya mencapai Rp 18,7 triliun per tahun.
Baca juga: KLH Pantau 343 TPA Open Dumping yang Tidak Kelola Sampah
Ketiga, sampah menjadi energi. Potensi nilai ekonominya Rp 26,5 triliun per tahun.
Keempat, produksi bahan bakar alternatif seperti refuse-derived fuel (RDF) Rp 13,8 triliun per tahun.
Kelima, sistem urban mining untuk pemulihan logam berharga dengan potensi Rp 9,7 triliun per tahun.
Keenam, ekonomi berbagi dan aplikasi sampah digital. Potensi nilai ekonomi Rp 7,2 triliun per tahun.
Baca juga: Saset dan Gelas Plastik Sekali Pakai Dominasi TPA di 6 Kota Indonesia
Ketujuh, jasa konsultasi dan teknologi pengelolaan sampah dengan potensi nilai ekonomi Rp 9,3 triliun per tahun.
Studi itu juga mengidentifikasi 12 model bisnis berkelanjutan yang dapat dikembangkan oleh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), koperasi, dan startup dengan kebutuhan investasi awal mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 5 miliar.
"Titik balik tidak hanya berdampak pada kesadaran setiap individu, tetapi juga peluang implementasi ekonomi sirkuler serta penciptaan lapangan pekerjaan sektor lingkungan (green jobs)," kata Hanif.
Baca juga: Pengawasan TPA Pembuangan Terbuka sampai Akhir Februari, Sanksi Menanti
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya