Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nurun Najib
Dosen

Dosen Sosiologi pada Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)

Banjir, Jejak Konsumerisme, dan Pertaubatan Ekologis

Kompas.com - 07/03/2025, 10:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bumerang konsumerisme

Banjir yang seolah datang rutin menyapa kita rasanya bukan saja diakibatkan dari tingginya curah hujan atau drainase yang buruk.

Ada hal lain yang sering kita abaikan bahwa kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya hanya sekadar untuk memenuhi tuntutan gaya hidup konsumtif.

Misalnya, alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat, dengan mendirikan objek wisata atau hunian, deforestasi untuk pembukaan perkebunan sawit, pertambangan, limbah industri fast fashion adalah bagian dari rantai tak kasatmata yang menghubungkan konsumerisme dengan bencana lingkungan.

Situasi di atas akhirnya memberikan pemahaman bahwa terdapat efek bumerang dari sikap konsumerisme yang kita lakukan.

Risiko yang kita ciptakan akhirnya kembali menghantam kita bersama dan banjir adalah salah satu bentuknya.

Rusaknya lingkungan yang salah satunya dipicu oleh sikap konsumtif pada gilirannya juga mengancam kehidupan.

Baca juga: Menangis Lihat Kerusakan Alam Puncak, Dedi Mulyadi: Siapa yang Beri izin?

Sebagian kita mungkin saja bisa menikmati kemudahan dan kepuasan sesaat dari gaya hidup konsumerisme. Namun, alam memiliki bahasanya sendiri untuk menjawabnya dengan tidak bisa terus menanggung beban tanpa konsekuensi.

Lebih memprihatinkan adalah bagaimana risiko-risiko tersebut menghantui kita, seringkali dianggap bertengger pada ruang privat. Dengan kata lain, ada individualiasi risiko atas masalah struktural yang terjadi.

Padahal, kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan individu semata, tetapi ada ketimpangan yang sifatnya struktural.

Lihat saja, seringkali kita mendengar jargon-jargon peduli lingkungan seperti “Go green, act now”, “Kurangi penggunaan plastik”, atau “Bawa tumbler, kurangi sampah plastik”.

Pesan-pesan tersebut tidak buruk, bahkan sangat baik untuk memantik kesadaran bersama. Namun begitu, seharusnya pemahaman kita tidak boleh berhenti pada batas tersebut, kerusakan lingkungan nyatanya juga dipercepat dari sistem struktural yang lebih besar.

Alih-alih menuntaskan masalah dari akarnya, kita seringkali justru disibukkan dengan upaya individual, yang meski penting, tetapi rasanya tidak cukup untuk mengatasi krisis lingkungan yang terjadi.

Maka dalam kehidupan modernitas penting kiranya untuk melakukan permenungan atas upaya untuk memperbaiki risiko yang telah kita ciptakan bersama.

Celakanya, ruang seperti ini seringkali masih hanya menyuguhkan atribusi simbolis ketimbang substantif.

Lihat saja beberapa tahun belakangan, semua komoditas berlomba-lomba untuk dilabeli “ramah lingkungan”.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Keluar dari JETP, Pemerintah Perlu Tarik Investasi Besar untuk Transisi Energi

AS Keluar dari JETP, Pemerintah Perlu Tarik Investasi Besar untuk Transisi Energi

Pemerintah
7 Pengelola TPA 'Open Dumping' Bakal Dipidana karena Terbukti Cemari Lingkungan

7 Pengelola TPA "Open Dumping" Bakal Dipidana karena Terbukti Cemari Lingkungan

Pemerintah
Mundurnya AS dari JETP Dinilai Tak Berdampak Signifikan ke Transisi Energi RI

Mundurnya AS dari JETP Dinilai Tak Berdampak Signifikan ke Transisi Energi RI

Pemerintah
Pertamina Targetkan Pangkas Emisi hingga 1,6 Juta Metrik Ton CO2 pada 2025

Pertamina Targetkan Pangkas Emisi hingga 1,6 Juta Metrik Ton CO2 pada 2025

Pemerintah
Teknologi Daur Ulang Tekstil, Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion

Teknologi Daur Ulang Tekstil, Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion

Swasta
Foopak Dorong Upaya UMKM Kuliner Mandiri dan Ramah Lingkungan

Foopak Dorong Upaya UMKM Kuliner Mandiri dan Ramah Lingkungan

Swasta
Kemenhut Akan Pidanakan Pemburu Harimau Sumatera, 6 Terduga Pelaku Ditangkap

Kemenhut Akan Pidanakan Pemburu Harimau Sumatera, 6 Terduga Pelaku Ditangkap

Pemerintah
Perubahan Iklim Berpeluang Jadi 'Cuan' untuk PLN, Kok Bisa?

Perubahan Iklim Berpeluang Jadi "Cuan" untuk PLN, Kok Bisa?

BUMN
Liverpool Bermitra dengan 1PointFive untuk Kredit Penghapusan Karbon

Liverpool Bermitra dengan 1PointFive untuk Kredit Penghapusan Karbon

LSM/Figur
Makin Panas, Suhu Februari 2025 Naik 1,59 Derajat Celsius

Makin Panas, Suhu Februari 2025 Naik 1,59 Derajat Celsius

LSM/Figur
Kementerian ESDM: Potensi Listrik dari Sampah Capai 3 Gigawatt

Kementerian ESDM: Potensi Listrik dari Sampah Capai 3 Gigawatt

Pemerintah
Orang Kaya Bisa Bantu Atasi Masalah Iklim, Saatnya Minta Mereka Kurangi Emisi

Orang Kaya Bisa Bantu Atasi Masalah Iklim, Saatnya Minta Mereka Kurangi Emisi

Pemerintah
Lakukan Efisiensi Energi, Gedung PTK Raih Sertifikat Green Building

Lakukan Efisiensi Energi, Gedung PTK Raih Sertifikat Green Building

BUMN
Ekonomi Pisang Capai 11 Miliar dollar AS Per Tahun, Perubahan Iklim Mengancamnya

Ekonomi Pisang Capai 11 Miliar dollar AS Per Tahun, Perubahan Iklim Mengancamnya

Pemerintah
Mengenal FOLU Net Sink: Pengertian, Target, dan Pendanaan

Mengenal FOLU Net Sink: Pengertian, Target, dan Pendanaan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau