KOMPAS.com - Sebuah studi menemukan bahwa arang atau biochar yang terbuat dari kotoran manusia dapat membantu mengatasi kekurangan pupuk sekaligus mengurangi polusi dan penggunaan energi.
Biochar adalah sejenis arang yang terbuat dari bahan organik yang diolah dengan suhu tinggi, yang sering digunakan di tanah pertanian sebagai pupuk. Proses ini juga menghilangkan karbon dari atmosfer, menjadikannya penyerap karbon yang bermanfaat.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal PNAS ini memperkirakan bahwa biochar yang terbuat dari kotoran manusia padat dapat menyediakan hingga 7 persen fosfor yang digunakan di seluruh dunia setiap tahun.
Fosfor sendiri merupakan salah satu nutrisi yang berperan penting bagi pertumbuhan dan kesehatan tanaman.
Lebih lanjut, meskipun proses biochar hanya mengubah limbah padat, nutrisi yang diambil dari urine bisa ditambahkan ke dalamnya.
Baca juga: Program Agrosolution Pupuk Kaltim, Kisah Hadi Membangun Ketahanan Pangan Pertanian Organik
Dengan tambahan tersebut, para peneliti menemukan bahwa biochar ini bisa menyediakan 15 persen dari kebutuhan fosfor tahunan, 17 persen nitrogen, dan hingga 25 persen kalium yang penting bagi tanaman.
Proses produksi biochar juga memungkinkan proporsi nutrisi untuk disesuaikan dengan kebutuhan setiap tanaman.
Hal ini dapat mengatasi masalah yang terkait dengan penggunaan pupuk, seperti pertumbuhan gulma dan eutrofikasi. Eutrofikasi terjadi ketika kelebihan nutrisi meresap ke dalam air tanah, menyebabkan pertumbuhan alga yang cepat. Akibatnya, ketersediaan oksigen berkurang dan cahaya matahari yang dibutuhkan ekosistem bawah air juga menipis.
"Membicarakan limbah memang tidak sepopuler energi terbarukan," ujar Dr. Johannes Lehmann, seorang profesor dari Cornell University yang juga penulis utama studi.
"Tetapi, mencegah pemborosan sumber daya dengan membangun ekonomi sirkular sama pentingnya untuk mewujudkan transisi hijau," katanya seperti dikutip dari Guardian, Senin (11/8/2025).
Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), sektor pertanian menyumbang 25 persen dari emisi gas rumah kaca global. Seiring meningkatnya permintaan pada sistem pertanian global untuk menyediakan makanan yang cukup bagi semua, meningkat pula kebutuhannya akan pupuk untuk mengisi kembali nutrisi tanah.
Pupuk sintetis memberikan tiga nutrisi utama untuk tanah, yaitu nitrogen, kalium, dan fosfor. Namun ketiga nutrisi ini diproduksi melalui proses yang padat energi dan sering kali merusak lingkungan.
Baca juga: Pakar UGM Sebut Perubahan Iklim Ancam Pola Hujan dan Pertanian Indonesia
Nitrogen di atmosfer digunakan untuk membuat amonia melalui proses Haber. Proses ini, yang kemudian diubah menjadi pupuk nitrogen dan digunakan dalam pertanian, diperkirakan menghasilkan emisi 2,6 miliar ton CO2 per tahun. Jumlah ini lebih besar dari total emisi penerbangan dan pengiriman global jika digabungkan.
Penambangan fosfat untuk mendapatkan fosfor juga dapat merusak bentang alam secara permanen. Proses pengolahannya menjadi pupuk juga menghasilkan produk sampingan berupa fosfogipsum radioaktif.
Sementara itu, penambangan kalium untuk mendapatkan potas dapat menyebabkan salinisasi tanah dan kontaminasi air tawar, karena menghasilkan limbah garam dalam jumlah besar.
"Masa depan di mana nutrisi didaur ulang melalui ekonomi sirkular bisa menjadi solusi. Dengan begitu, negara-negara tidak perlu lagi bergantung pada pupuk impor untuk memproduksi pangan. Hal ini bisa memperbaiki masalah keadilan lingkungan di Global Selatan dan berpotensi mengurangi migrasi iklim, yang sering kali dipicu oleh gagal panen," tambah Lehmann.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya