Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biochar dari Limbah Manusia Dapat Atasi Kelangkaan Pupuk Global

Kompas.com, 13 Agustus 2025, 21:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Sebuah studi menemukan bahwa arang atau biochar yang terbuat dari kotoran manusia dapat membantu mengatasi kekurangan pupuk sekaligus mengurangi polusi dan penggunaan energi.

Biochar adalah sejenis arang yang terbuat dari bahan organik yang diolah dengan suhu tinggi, yang sering digunakan di tanah pertanian sebagai pupuk. Proses ini juga menghilangkan karbon dari atmosfer, menjadikannya penyerap karbon yang bermanfaat.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal PNAS ini memperkirakan bahwa biochar yang terbuat dari kotoran manusia padat dapat menyediakan hingga 7 persen fosfor yang digunakan di seluruh dunia setiap tahun.

Fosfor sendiri merupakan salah satu nutrisi yang berperan penting bagi pertumbuhan dan kesehatan tanaman.

Lebih lanjut, meskipun proses biochar hanya mengubah limbah padat, nutrisi yang diambil dari urine bisa ditambahkan ke dalamnya.

Baca juga: Program Agrosolution Pupuk Kaltim, Kisah Hadi Membangun Ketahanan Pangan Pertanian Organik

Dengan tambahan tersebut, para peneliti menemukan bahwa biochar ini bisa menyediakan 15 persen dari kebutuhan fosfor tahunan, 17 persen nitrogen, dan hingga 25 persen kalium yang penting bagi tanaman.

Proses produksi biochar juga memungkinkan proporsi nutrisi untuk disesuaikan dengan kebutuhan setiap tanaman.

Hal ini dapat mengatasi masalah yang terkait dengan penggunaan pupuk, seperti pertumbuhan gulma dan eutrofikasi. Eutrofikasi terjadi ketika kelebihan nutrisi meresap ke dalam air tanah, menyebabkan pertumbuhan alga yang cepat. Akibatnya, ketersediaan oksigen berkurang dan cahaya matahari yang dibutuhkan ekosistem bawah air juga menipis.

"Membicarakan limbah memang tidak sepopuler energi terbarukan," ujar Dr. Johannes Lehmann, seorang profesor dari Cornell University yang juga penulis utama studi.

"Tetapi, mencegah pemborosan sumber daya dengan membangun ekonomi sirkular sama pentingnya untuk mewujudkan transisi hijau," katanya seperti dikutip dari Guardian, Senin (11/8/2025).

Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), sektor pertanian menyumbang 25 persen dari emisi gas rumah kaca global. Seiring meningkatnya permintaan pada sistem pertanian global untuk menyediakan makanan yang cukup bagi semua, meningkat pula kebutuhannya akan pupuk untuk mengisi kembali nutrisi tanah.

Pupuk sintetis memberikan tiga nutrisi utama untuk tanah, yaitu nitrogen, kalium, dan fosfor. Namun ketiga nutrisi ini diproduksi melalui proses yang padat energi dan sering kali merusak lingkungan.

Baca juga: Pakar UGM Sebut Perubahan Iklim Ancam Pola Hujan dan Pertanian Indonesia

Nitrogen di atmosfer digunakan untuk membuat amonia melalui proses Haber. Proses ini, yang kemudian diubah menjadi pupuk nitrogen dan digunakan dalam pertanian, diperkirakan menghasilkan emisi 2,6 miliar ton CO2 per tahun. Jumlah ini lebih besar dari total emisi penerbangan dan pengiriman global jika digabungkan.

Penambangan fosfat untuk mendapatkan fosfor juga dapat merusak bentang alam secara permanen. Proses pengolahannya menjadi pupuk juga menghasilkan produk sampingan berupa fosfogipsum radioaktif.

Sementara itu, penambangan kalium untuk mendapatkan potas dapat menyebabkan salinisasi tanah dan kontaminasi air tawar, karena menghasilkan limbah garam dalam jumlah besar.

"Masa depan di mana nutrisi didaur ulang melalui ekonomi sirkular bisa menjadi solusi. Dengan begitu, negara-negara tidak perlu lagi bergantung pada pupuk impor untuk memproduksi pangan. Hal ini bisa memperbaiki masalah keadilan lingkungan di Global Selatan dan berpotensi mengurangi migrasi iklim, yang sering kali dipicu oleh gagal panen," tambah Lehmann.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau