Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidrogen Hijau Jadi Solusi Dekarbonisasi Industri di Negara Berkembang

Kompas.com - 13/08/2025, 21:47 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Analisis baru dari Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menunjukkan hidrogen hijau berpotensi untuk mendekarbonisasi sektor-sektor yang sulit diatasi di Global South.

Global South sendiri merujuk pada kelompok negara-negara berkembang yang umumnya berada di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Analisis tersebut menekankan bahwa dengan meningkatkan skala rantai nilai hidrogen hijau dan produk turunannya, kita tidak hanya bisa mewujudkan industrialisasi ramah lingkungan, tetapi juga mencapai kemandirian energi, meningkatkan peran dalam perdagangan global, dan menciptakan lapangan kerja.

Melansir Power Engineering International, Selasa (12/8/2025) IRENA menyarankan agar hidrogen hijau dimanfaatkan sebagai bahan baku bersih dalam proses industri yang padat karbon, dan bukan hanya sebagai pembawa energi.

Sebagai contoh, hidrogen hijau dapat digunakan dalam proses reduksi langsung bijih besi untuk produksi baja. Selain itu, hidrogen hijau dan turunannya, seperti amonia dan e-fuels, diperkirakan akan menjadi alternatif bersih untuk mendekarbonisasi sektor transportasi.

Baca juga: Austria Segera Punya Fasilitas Hidrogen Hijau Raksasa, Potong Emisi 150.000 Ton Per Tahun

Dengan potensi energi terbarukan yang tinggi, analisis ini juga menemukan bahwa negara-negara Global South dapat memegang peran penting di pasar internasional untuk komoditas hijau seperti amonia.

Negara berkembang pun bisa beralih dari negara pengimpor energi menjadi pengekspor, yang berdampak positif pada ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi mereka.

Amerika Latin, misalnya, dapat mengoptimalkan sumber daya tenaga surya dan anginnya dengan dukungan infrastruktur industri yang sudah ada.

Wilayah ini berpeluang besar menjadi penyuplai utama komoditas hijau seperti amonia, e-methanol, dan baja direct reduced iron, untuk dipasarkan ke Amerika Utara, Eropa, dan Asia.

Sub-Sahara Afrika juga memiliki peluang untuk memproduksi hidrogen hijau, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Posisi geografisnya yang strategis diperkirakan akan mempermudah akses ke pasar Eropa dan Asia.

Selain itu, ketersediaan lahan yang luas di wilayah ini mendukung pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk produksi hidrogen hijau yang kompetitif.

Wilayah lain yang memiliki posisi strategis karena kedekatannya dengan pusat permintaan di Eropa adalah Afrika Utara.

Analisis dari IRENA menunjukkan bahwa wilayah tersebut bisa memasok sekitar 18 persen kebutuhan hidrogen hijau dan komoditas terkait Uni Eropa pada tahun 2050.

Hal ini akan menciptakan perdagangan energi Euro-Mediterania yang kuat, yang dibangun di atas kerangka kerja kerja sama energi yang sudah ada.

Baca juga: IESR Usulkan 6 Langkah Pengembangan Ekosistem Hidrogen Hijau

Untuk mewujudkan potensi yang ada pada negara-negara ini, IRENA menyarankan agar negara-negara berkembang menyelaraskan kerangka kebijakan dengan pengembangan infrastruktur dalam sebuah strategi transisi energi yang holistik.

Sehingga perlu adanya pengembangan kapasitas pembangkitan energi terbarukan yang besar, serta infrastruktur transportasi dan penyimpanan.

Menurut estimasi IRENA, kebutuhan investasi kumulatif untuk infrastruktur di seluruh rantai nilai hidrogen secara global mencapai 2,49 triliun dolar AS pada tahun 2050.

Pasar internasional untuk hidrogen hijau dan komoditas turunannya nantinya akan memberikan jalur bagi negara-negara berkembang di Global South menuju industrialisasi yang berkelanjutan.

Dengan demikian, mereka bisa mempercepat transisi energi di negara mereka sendiri, sekaligus menjadi mitra yang sangat diperlukan dalam perjalanan global menuju emisi nol-bersih.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Gunung Rinjani Kembali Dibuka tapi Pengunjung Tak Bisa Sembarangan Mendaki
Gunung Rinjani Kembali Dibuka tapi Pengunjung Tak Bisa Sembarangan Mendaki
Pemerintah
Kemiskinan di Indonesia Tak Bisa Diselesaikan Hanya dengan Bansos
Kemiskinan di Indonesia Tak Bisa Diselesaikan Hanya dengan Bansos
LSM/Figur
Hidrogen Hijau Jadi Solusi Dekarbonisasi Industri di Negara Berkembang
Hidrogen Hijau Jadi Solusi Dekarbonisasi Industri di Negara Berkembang
Pemerintah
Emisi Karbon Hitam di Negara Berkembang Lebih Tinggi dari Perkiraan
Emisi Karbon Hitam di Negara Berkembang Lebih Tinggi dari Perkiraan
Pemerintah
Biochar dari Limbah Manusia Dapat Atasi Kelangkaan Pupuk Global
Biochar dari Limbah Manusia Dapat Atasi Kelangkaan Pupuk Global
Pemerintah
Lembaga Filantropi Lebih Terlatih Atasi Kemiskinan ketimbang Negara
Lembaga Filantropi Lebih Terlatih Atasi Kemiskinan ketimbang Negara
LSM/Figur
Survei Deloitte: Hanya 38 Persen Karyawan Percaya Perusahaan Peduli Isu Lingkungan
Survei Deloitte: Hanya 38 Persen Karyawan Percaya Perusahaan Peduli Isu Lingkungan
Swasta
Masjid Bisa Jadi Pusat Pemberdayaan EKonomi atasi Tantangan Bonus Demografi
Masjid Bisa Jadi Pusat Pemberdayaan EKonomi atasi Tantangan Bonus Demografi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Ungkap Nilai Jual Tanah Jadi Pemicu Utama Pembakaran Lahan
Guru Besar IPB Ungkap Nilai Jual Tanah Jadi Pemicu Utama Pembakaran Lahan
LSM/Figur
Karhutla di Sumatera Picu Kematian Gajah akibat Terbakarnya Habitat
Karhutla di Sumatera Picu Kematian Gajah akibat Terbakarnya Habitat
LSM/Figur
Pasar Modal Salurkan Bantuan Infrastruktur, Kesehatan, dan Pendidikan di Aceh
Pasar Modal Salurkan Bantuan Infrastruktur, Kesehatan, dan Pendidikan di Aceh
Swasta
RI Usulkan Pendanaan Iklim Rp 1,4 T ke GCF untuk Pangkas Emisi
RI Usulkan Pendanaan Iklim Rp 1,4 T ke GCF untuk Pangkas Emisi
Pemerintah
Jatuh Sakit Usai Terpisah dari Induk, Anak Gajah Yuni Akhirnya Tutup Usia
Jatuh Sakit Usai Terpisah dari Induk, Anak Gajah Yuni Akhirnya Tutup Usia
LSM/Figur
Zagy Berian, Sociopreneur Indonesia Jadi Penasihat Muda PBB untuk Perubahan Iklim
Zagy Berian, Sociopreneur Indonesia Jadi Penasihat Muda PBB untuk Perubahan Iklim
LSM/Figur
Krisis Iklim Tingkatkan Beban Perempuan, Mitigasinya Perlu Inklusif
Krisis Iklim Tingkatkan Beban Perempuan, Mitigasinya Perlu Inklusif
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau