Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Sosial Bisa Dipakai untuk Pantau Migrasi Satwa karena Iklim

Kompas.com - 16/03/2025, 12:11 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Penelitian terbaru menunjukkan bahwa media sosial dapat membantu ilmuwan melacak spesies hewan yang berpindah habitat sebagai respons terhadap perubahan iklim.

Temuan itu memberi petunjuk bahwa ilmuwan bisa menggunakan metode alternatif untuk memantau dampak perubahan dengan cepat yang sering kali sulit dilakukan melalui skema pemantauan formal serta survei. 

Dalam studi yang dipimpin oleh University of Exeter ini, para peneliti menganalisis unggahan tentang ngengat Jersey tiger di Instagram dan Flickr.

Hasilnya menunjukkan bahwa ngengat ini ternyata jauh lebih umum ditemukan di kota-kota daripada yang diperkirakan sebelumnya. 

“Survei keanekaragaman hayati biasanya dilakukan di daerah pedesaan, sehingga informasi yang diperoleh sering kali tidak mencerminkan pentingnya habitat di kota dan perkotaan,” kata Nile Stephenson, pemimpin studi ini.

“Taman dan kebun di perkotaan menyediakan habitat yang beragam, memungkinkan spesies seperti Jersey tiger moth untuk berkembang biak," imbuhnya.

Peneliti juga menemukan bahwa perilaku mengabadikan satwa liar bisa membantu pemantauan.

Baca juga: WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

“Studi kami menunjukkan bahwa banyak orang di kota-kota memiliki ketertarikan terhadap satwa liar, yang berpotensi meningkatkan keterhubungan manusia dengan alam,” ujar Stephenson, yang kini bekerja di University of Cambridge.

“Kami juga menemukan individu yang sangat tertarik pada fotografi satwa liar dan sering membagikan gambar berbagai jenis makhluk yang mereka temui. Ini menciptakan sumber data yang dapat dimanfaatkan oleh para ilmuwan,” imbuhnya seperti dikutip Eurekalert, Kamis (13/3/2025).

Stephenson menambahkan bahwa masyarakat dapat berkontribusi lebih lanjut dengan mengunggah temuan mereka di platform seperti iNaturalist dan iRecord, karena data dari platform ini telah digunakan dalam berbagai penelitian.

Meski punya peluang besar, tim peneliti menekankan bahwa penggunaan media sosial memiliki keterbatasan dan sebaiknya digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti metode pemantauan tradisional.

“Karena media sosial sangat dipengaruhi oleh tren, kita mungkin menemukan bias —misalnya, lebih banyak laporan tentang spesies yang sedang viral,” jelas Stephenson.

“Namun, kita bisa memanfaatkan hal ini secara positif. Misalnya, kita dapat meningkatkan pemantauan spesies invasif dengan menciptakan tren untuk mendokumentasikan keberadaannya," katanya.

Riset ini dipublikasikan di jurnal Ecology and Evolution. 

Baca juga: Efisiensi Anggaran, Kemenhut Ajak Swasta untuk Konservasi Satwa Liar

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau