Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CO2 Bisa Dipakai untuk Produksi Bahan Produk Rumah Tangga, Atasi Krisis Iklim

Kompas.com - 15/03/2025, 20:58 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Karbon dioksida yang selama ini dianggap sebagai penyebab utama perubahan iklim mungkin segera dapat ditangkap dan digunakan kembali untuk membuat produk rumah tangga seperti sampo, deterjen, bahkan bahan bakar.

Profesor Jhuma Sadhukhan dari University of Surrey dan timnya lewat proyek Flue2Chem berhaisl menunjukkan manfaat lingkungan dengan mengubah karbon dioksida menjadi surfaktan.

Hasil studi yang diterbitkan dalam Journal of CO? Utilization ini menemukan bahwa konversi  dapat mengurangi potensi pemanasan global (global warming potential atau GWP) sekitar 82 persen untuk emisi dari pabrik kertas dan hampir setengahnya untuk industri baja dibandingkan dengan produksi surfaktan berbasis fosil. 

Profesor Jin Xuan, Associate Dean of Research and Innovation di University of Surrey sekaligus rekan penulis studi ini, menyatakan, "Selama beberapa dekade, bahan bakar fosil telah menjadi tulang punggung industri manufaktur, bukan hanya sebagai sumber energi tetapi juga sebagai bahan utama dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Namun, ketergantungan ini memiliki dampak lingkungan yang besar."

Baca juga: Proyek Carbon Capture Storage, Indonesia Butuh 2,4 Triliun Dollar AS

"Temuan kami menunjukkan bahwa karbon dioksida bisa menjadi bagian dari solusi, bukan hanya masalah. Ini bukan sekadar soal mengurangi emisi – tetapi juga menciptakan ekonomi karbon sirkular, di mana limbah menjadi bahan baku untuk produk dan bahan bakar penting,” imbuhnya seperti disebarkan lewat Eurekalert, Kamis (13/3/2025).

Analisis teknis dan ekonomi mengungkap tantangan utama untuk mewujudkan pendekatan itu jadi solusi nyata. Biaya tinggi dan keterbatasan pasokan hidrogen adalah dua faktor kunci dalam proses konversi karbon dioksida menjadi surfaktan. Karena proses ini membutuhkan energi dalam jumlah besar, studi ini menekankan pentingnya investasi lebih lanjut dalam infrastruktur energi terbarukan.

Studi lain yang dipimpin oleh University of Surrey, yang diterbitkan dalam Digital Chemical Engineering, meneliti kelayakan ekonomi dari berbagai metode produksi. 

Studi ini menemukan bahwa metode berbasis karbon dioksida masih lebih mahal, dengan biaya 8 dollar AS per kg dibandingkan dengan 3,75 dollar AS per kg untuk sumber berbasis fosil. 

Namun, kemajuan teknologi dan meningkatnya permintaan akan produk berkelanjutan dapat mengurangi kesenjangan biaya ini, menjadikan surfaktan berbasis karbon dioksida sebagai alternatif yang lebih ekonomis di masa depan.

Temuan ini akan digunakan untuk memberikan panduan bagi mitra industri serta rekomendasi kebijakan bagi para pembuat keputusan guna mempercepat transisi menuju ekonomi karbon sirkular.

Baca juga: Carbon, Capture and Storage: Solusi Hijau Betulan atau Palsu?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau