KLATEN, KOMPAS.com – Sore itu, suasana di Bank Sampah Semutharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, begitu hidup.
Di bawah langit mendung, aroma tanah basah dan sampah plastik yang baru saja disortir bercampur. Dua perempuan paruh baya terlihat duduk di atas bangku kecil. Tangan mereka cekatan memisahkan botol plastik dari tumpukan sampah.
Sementara di sudut lain, terlihat area pengelolaan maggot. Di sisi ini, tampak larva-larva kecil yang meliuk-liuk di antara sisa makanan yang membusuk.
Dinding bata ekspos dengan papan bertuliskan "Pengelolaan Maggot" menjadi saksi bisu bagaimana sampah organik diubah menjadi pakan ternak berkualitas tinggi.
Baca juga: River Tubing dan Bank Sampah: Kisah Warga Menghidupkan Kembali Sungai Pusur
Di sisi lain, deretan karung plastik hitam berisi botol dan gelas plastik bekas menumpuk, menunggu giliran untuk diolah menjadi barang bernilai ekonomi.
Setiap sudut Bank Sampah Semutharjo tampak terorganisasi, mencerminkan bagaimana sampah yang sering dianggap remeh ternyata bisa menjadi bagian dari siklus ekonomi baru bagi warga setempat.
Bank Sampah Semutharjo tidak hanya berperan dalam mendaur ulang sampah, lebih dari itu turut menjaga kelestarian Sungai Pusur yang melewati kecamatan tempat bank sampah tersebut berada.
Sebelum Bank Sampah Semutharjo ada, Sungai Pusur lebih dikenal sebagai tempat pembuangan sampah daripada sebagai sumber kehidupan. Kebiasaan warga membuang sampah rumah tangga dan limbah industri langsung ke sungai menyebabkan ekosistem airnya nyaris mati.
Baca juga: Menjaga Kemurnian Sumber Air Jadi Investasi untuk Masa Depan
"Mindset warga dulu, sampah ya dibuangnya di sungai. Mereka tidak berpikir panjang soal dampaknya. Setiap hari, sampah mengalir begitu saja, membuat sungai penuh limbah," kata Ketua Paguyuban Bank Sampah Semutharjo Nina Hermawati kepada Kompas.com, Kamis (20/2/2025).
Nina menjelaskan, kondisi tersebut membuat lingkungan menjadi tidak sehat. Banyak warga yang sakit, terutama anak-anak yang sering terkena penyakit kulit.
"Sungai yang seharusnya jadi tempat bermain justru jadi sumber penyakit (kala itu)," ujar Nina.
Atas dasar keprihatinan itu, Nina bersama beberapa temannya bergerak. Ini yang menjadi cikal bakal pendirian Bank Sampah Semutharjo.
Baca juga: Mengikuti Air dari Lereng Merapi, Ke Mana Singgah dan Pergi?
Akan tetapi, jalannya proses tersebut tidak semudah membalik telapak tangan, mengingat kebiasaan buruk warga telah mengakar kuat.
Meski begitu, Nina tak patah semangat. Bersama tim kecilnya, ia bekerja keras mengedukasi masyarakat. Memulai dengan sistem door-to-door, mereka menjelaskan pentingnya memilah sampah dan menjaga kebersihan lingkungan.
"Awalnya sulit sekali karena mereka sudah terbiasa membuang sampah ke sungai. Banyak dari mereka yang bahkan buang air besar di sana. Kami harus pelan-pelan mengubah kebiasaan ini," kenang Nina.
Edukasi yang dilakukan tidak hanya menyasar anak-anak dan dewasa, tetapi juga lansia. Pendekatan yang sabar dan konsisten diperlukan agar warga sepuh yang sudah terbiasa membuang sampah sembarangan mau beradaptasi dengan pola hidup baru yang lebih bersih dan sehat.
Baca juga: Cerita Petani Mengembalikan Harmoni antara Tanah, Air, dan Manusia
"Kami pelan-pelan memberikan pemahaman, terutama kepada warga yang sudah tua. Mereka butuh pendekatan yang lebih personal," tambah Nina.
Untuk memantik semangat warga, Bank Sampah Semutharjo menawarkan manfaat ekonomi melalui sistem "tabungan sampah". Jadi, setiap sampah yang dibawa warga akan ditimbang dan dicatat dalam buku tabungan. Di akhir periode tertentu, warga bisa mencairkan tabungannya dalam bentuk uang tunai.
"Biasanya, tabungan tersebut dicairkan warga menjelang hari raya, seperti Lebaran, untuk memenuhi kebutuhan," jelas Nina.
Keberhasilan Bank Sampah Semutharjo tidak terlepas dari kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk AQUA.
Baca juga: Aqua Kenalkan Sistem Lelang Sampah, Apa Itu?
“Mereka tidak hanya memberi materi, tapi juga mendampingi kami dalam setiap langkahnya. Dari pembentukan bank sampah, edukasi warga, sampai pelatihan membuat produk dari sampah,” tutur Nina.
Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten Rama Zakaria menuturkan, pihaknya telah membina berbagai bank sampah di Klaten, termasuk Bank Sampah Semutharjo.
Peran AQUA sendiri dalam pembinaan bank sampah terwujud lewat pendampingan, pelatihan, serta dukungan fasilitas pengelolaan sampah.
Dari upaya itu, ada bank sampah yang mampu mengolah limbah menjadi produk kreatif bernilai ekonomi hingga berhasil melakukan ekspor ke luar negeri.
"Kami ingin masyarakat tidak hanya melihat sampah sebagai masalah, tapi juga peluang. Dengan pendampingan yang tepat, sampah mampu memberikan peluang ekonomi," ucapnya.
Baca juga: AQUA Resmikan Fasilitas Daur Ulang Modern di Kalimantan
Budi daya maggot di Bank Sampah Semutharjo menjadi contoh lain bagaimana sampah berdampak positif terhadap penciptaan ekonomi. Sebab, bank sampah ini juga menerima limbah organik sisa-sisa makanan dari tempat-tempat makan di sekitar.
Proses budi daya maggot dimulai dengan mengumpulkan limbah organik dari restoran dan tempat makan sekitar Polanharjo. Sisa makanan tersebut digunakan sebagai pakan bagi maggot, larva dari black soldier fly (BSF).
Telur-telur BSF sendiri ditempatkan di wadah khusus. Begitu menetas, baby maggot segera diberi pakan organik. Dalam waktu sekitar dua minggu, maggot tumbuh hingga mencapai ukuran siap panen.
Setelah dipanen, maggot dijual sebagai pakan ternak berkualitas tinggi kepada peternak lokal, khususnya untuk ikan lele dan unggas. Permintaan yang stabil membuat budi daya maggot menjadi peluang ekonomi baru yang menguntungkan, terutama bagi ibu rumah tangga yang terlibat dalam proses ini.
Baca juga: River Tubing Pusur, Indahnya Kolaborasi Menjaga Sungai
"Kami coba cari cara agar sampah organik ini tidak terbuang sia-sia. Ternyata, maggot ini punya nilai ekonomi tinggi. Pakan ternak dari maggot ini banyak dicari peternak," kata Nina.
Usaha Nina dan timnya membuahkan hasil. Air Sungai Pusur yang dulunya keruh dan berbau kini mulai jernih. Ikan-ikan kecil kembali muncul. Ini menandakan ekosistem air yang pulih. Masyarakat sekitar juga tidak lagi malu untuk menggunakan sungai sebagai tempat aktivitas positif, seperti river tubing.
"Warga di sini sudah sadar. Kalau ada yang buang sampah sembarangan, langsung ditegur. Mereka juga bangga karena sekarang sungainya bisa dipakai buat river tubing," kata Nina.
Dari sisi ekonomi, Bank Sampah Semutharjo berhasil menciptakan lapangan pekerjaan baru. Banyak ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak memiliki penghasilan tetap kini bisa membantu ekonomi keluarga dengan memilah dan mengolah sampah.
Baca juga: Kisah dari Daerah Resapan Air: Berkat Alpukat Martabat Terangkat
“Sekarang ibu-ibu di sini punya penghasilan tambahan. Uang dari tabungan sampah bisa buat beli kebutuhan dapur. Anak-anak pun jadi lebih paham soal lingkungan,” ujar Nina.
Melihat keberhasilan ini, Bank Sampah Semutharjo tidak ingin berhenti di sini. Nina dan timnya memiliki visi besar untuk menciptakan pengepul sampah mandiri. Dengan demikian, pengolahan sampah bisa lebih efektif dan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi masyarakat sekitar.
"Kalau kita mandiri, manfaatnya bisa lebih besar untuk warga. Sampah yang dulu dianggap masalah, sekarang bisa jadi aset," kata Nina.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya