JAKARTA, KOMPAS.com - Tim peneliti Universitas Indonesia (UI) mengembangkan tabung listrik (Talis) untuk sepeda motor konversi, yang bisa diisi di rumah ataupun dari pembangkit tenaga surya.
Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi UI, Chairul Hudaya, mengatakan pengisi daya Talis bersifat portable atau bisa dibawa ke mana-mana dengan mudah. Dalam sekali pengecasan, motor konversi mampu menempuh jarak hingga 40 kilometer.
"Bisa dari rumah juga charger-nya, colokan biasa saja, dan ini sifatnya swappable. Jadi misalnya kalau kita punya dua Talis, talis satu di rumah sudah di charge, Talis satunya lagi dipakai," ungkap Chairul saat dihubungi, Jumat (28/3/2025).
Baca juga: Australia hingga ADB Danai TBS untuk Kembangkan Motor Listrik
"Besoknya kalau misalkan habis baterai, yang sedang dipakai di motornya ya tinggal dicabut terus diganti saja, jadi sangat cepat pengisiannya," imbuh dia.
Dia menyebut, pengisian daya Talis sekitar Rp 2.000 saja. Apabila memakai sel surya maka pemilik tak perlu membayar apa pun alias gratis.
Kendati demikian, harga tabung listrik yang telah dikembangkan sejak 2017 ini terbilang lebih mahal dibandingkan baterai kendaraan listrik lainnya.
"Karena baterai yang (sekarang) ada, tidak ada fitur-fitur untuk di-charge oleh solar panel. Ada penambahan komponen di dalam talis, kemudian untuk fitur senter, misalnya atau kebutuhan listrik yang lain," kata Chairul.
Komponen bahan bakunya pun masih dibeli dari luar negeri, lantaran Indonesia belum memproduksi lithium.
"Jadi memang masih di luar (negeri) ya, tetapi semua bahan-bahan yang lainnya sudah ada, karena dia mengkonversi motornya. Komponen dalam negeri itu ya mungkin 30 persenan ke atas," jelas dia.
Chairul tak menutup kemungkinan bila nantinya produk tersebut bakal dikomersilkan. Sejauh ini, pihaknya baru mengenalkan Talis di media sosial untuk menarik minat industri.
Baca juga: Konversi Motor Listrik Tingkatkan Pergerakan Ekonomi dan Green Jobs
"Kami tidak bisa sendiri, makanya harus cari partner jadi membuka peluang partnership dengan industri sebenarnya. Yang harus menghilirisi, memproduksi, dan kemudian mengkomersialisasi," ucap dia.
Penelitian tersebut mendapatkan pendanaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
"Jadi sekarang langkah selanjutnya penilaian dari user atau orang, bagimana ngelihatnya atau validasi lah dari produk ini pada masyarakat," tutur Chairul.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya