JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa kepompok nelayan di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB) menggunakan lemari pendingin ikan yang listriknya berasal dari tenaga surya.
Teknologi ini diciptakan Chairul Hudaya, yang kala itu menjabat sebagai Rektor Universitas Teknologi Sumbawa.
Kata dia, mulanya freezer penyimpanan ikan bertenaga matahari atau solar power mini cold storage dibuat saat pandemi Covid-19 melanda.
Baca juga: Payung Tenaga Surya Ini Bisa Jadi Powerbank untuk Ngecas HP
“Saya melihat waktu itu pada saat (pandemi) Covid, masyarakat itu ikannya pada hancur gara-gara dia enggak bisa menyimpan,” ungkap Chairul saat dihububgi, Jumat (28/3/2025).
“Pada saat itu saya bilang ‘wah ini kayaknya butuh cold storage’. Cold storage-nya freezer yang kecil saja begitu,” imbuh dia.
Di samping itu, banyak pula sampah elektronik dari lemari es penyimpanan yang tak terpakai. Sampah tersebut lantas diperbaiki dan dicat kembali hingga bisa menyala dengan sumber dari tenaga surya.
”Kenapa harus pakai solar cell, karena masyarakat nelayan juga umumnya enggak mampu untuk bayar listriknya. Kalau misalkan cold storage-nya besar, listrik mereka juga enggak cukup,” tutur Chairul.
Lemari penyimpanan ini dilengkapi baterai, sehingga nelayan bisa mengisi ulang daya menggunakan listrik. Ukurannya pun tak sebesar tempat penyimpanan ikan biasanya. Alhasil, para nelayan tak lagi repot menyimpan hasil tanglapan mereka.
“Kalau pun misalnya dia terhubung tetap ke PLN, tetapi disuplai oleh solar listrik dari PV dan baterai, maka biaya listrik yang dibayarkan ke PLN-nya jauh lebih rendah,” ungkap dia.
Sejauh ini, lemari es yang dikenbangkan Chairul dan timnya telah dipakai enam lokasi antara lain Labuan Bajo, Dompu, Bima, Sumbawa serta Pulau Bungin.
“Itu yang kami lakukan tuh pada saat itu ya. Pada saat saya memimpin kampus itu,” ujar Chairul.
Baca juga: Penginapan di Lombok Mulai Kurangi Plastik hingga Pasang Panel Surya
Chairul yang kini merupakan Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi Universitas Indonesia, berhasil membuat tabung listrik atau Talis sebagai baterai untuk sepeda motor konversi.
"Talis ini bisa di-charging menggunakan solar power. Solar power-nya bisa yang sifatnya stationary, dan kami merancang solar panel yang bisa dibawa kemana-mana jadi portable," jelas dia.
Alat ini dapat mengisi daya ponsel, ataupun penerangan. Dengan ukuran yang mudah dibawa, Talis bisa dipakai sebagai pasokan sumber daya listrik.
"Misalnya kalau motor listrik konversinya ini digunakan oleh pedagang kecil, yang malam-malam dia butuh lampu, itu juga bisa digunakan. Karena dia bisa menyuplai daya untuk lampu," papar Chairul.
Chairul menyampaikan, tim peneliti masih menggunakan bahan bahan baku berupa lithium ion baterai impor. Pasalnya, komponen ini belum diproduksi di Indonesia.
Baca juga: Suntech Perkuat Industri Panel Surya Indonesia melalui Investasi Strategis
"Jadi memang masih di luar (negeri) ya, tetapi semua bahan-bahan yang lainnya sudah ada, karena dia mengkonversi motornya. Komponen dalam negeri itu ya mungkin 30 persenan ke atas," tutur dia.
Tabung listrik yang dikembangkan para peneliti bertujuan menekan polusi udara dari kendaraan bermotor. Dalam satu kali pengisian daya, motor konversi yang menggunakan tabung listrik mampu menempuh jarak hingga 40 kilometer. Harga casnya pun terbilang murah, hanya Rp 2.000.
"Charger-nya ini kami desain bisa dari charger dari colokan rumah, juga bisa pakai solar cell. Kalau pakai solar cell ya betul-betul tidak ada biaya sama sekali," kata dia.
Menurut Chairul, tim peneliti baru mengembangkan satu unit tabung listrik dengan bantuan pembiayaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Ia tak menutup kemungkinan bila nantinya produk tersebut bakal dikomersilkan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya