Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Ikim Bikin Gelombang Panas di Asia Tengah Makin Tinggi

Kompas.com - 08/04/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Perubahan iklim menyebabkan gelombang panas yang menerjang Aia Tengah pada musim semi akhir-akhir ini menjadi semakin panas.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan analisis yang dilakukan oleh 10 peneliti dari sejumlah universitas dan badan meteorologi dari berbagai negara seperti Belanda, Swedia, Denmark, Amerika Serikat (AS), dan Inggris.

Berdasarkan data World Weather Attribution, suhu gelombang panas di negara-negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Tajikistan, dan Kirgistan mencapai 30 derajat celsius pada akhir Maret.

Baca juga: Gelombang Panas Lautan Meningkat, Badai Makin Sering, Paus Mudah Terdampar

Menurut analisis yang dilakukan 10 peneliti, perubahan iklim bertanggung jawab sedikitnya 4 derajat celsius terhadap kenaikan suhu gelombang panas di sana.

Tim peneliti memperingatkan bahwa analisis tersebut kemungkinan merupakan perkiraan yang terlalu rendah, sebagaimana dilansir Earth.org, Senin (7/4/2025).

Pasalnya, permodelan yang mereka lakukan tidak memperhitungkan kenaikan suhu yang luar biasa cepat di wilayah tersebut pada bulan Maret.

Untuk diketahui, suhu di Asia Tengah sudah terlebih dulu memanas jauh lebih cepat pada Maret dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Baca juga: Gelombang Panas dan Kekeringan Sebabkan Kerugian Miliaran Dollar AS dalam Setahun

Tim peneliti menuturkan, peristiwa tersebut akan terus terjadi apabila pemanasan global dan perubahan iklim terus terjadi.

Satu-satunya cara untuk mencegah peristiwa berulang, kata mereka, adalah mengekang pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan emisi gas rumah kaca.

"Pembakaran bahan bakar fosil pada dasarnya mengubah iklim lebih cepat daripada yang pernah dialami manusia," kata Ben Clarke, salah satu peneliti yang berasal dari Imperial College London.

Pembakaran batu bara, gas alam, dan minyak untuk listrik dan panas merupakan sumber emisi gas rumah kaca global terbesar. 

Baca juga: Berkat Laut dan Awan, Indonesia Masih Aman dari Gelombang Panas

Gas-gas ini merupakan biang keladi utama pemanasan global karena memerangkap panas di atmosfer dan meningkatkan suhu permukaan Bumi.

Konsumsi bahan bakar fosil global telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 50 tahun terakhir, karena negara-negara di seluruh dunia berupaya meningkatkan standar hidup dan hasil ekonomi mereka.

"Ini adalah gelombang panas yang tidak menjadi berita utama – ini terjadi di musim semi dan di wilayah yang tidak dikenal dengan gelombang panas yang menyengat," ujar Maja Vahlberg, salah satu peneliti studi dari Climate Centre Technical Adviser.

"Gelombang panas seperti ini dapat berdampak pada pekerja pertanian, tanaman, tenaga hidroelektrik, irigasi yang dialiri gletser, dan ketersediaan air minum di bulan-bulan mendatang," jelasnya.

Baca juga: Gelombang Panas Perburuk Krisis Kemanusiaan di Gaza

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau