Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 16 Mei 2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Selain menghadapi gempuran Israel hingga menyebabkan krisis kemanusiaan, warga di Jalur Gaza juga menderita akibat gelombang panas.

Gelombang panas mematikan yang menerjang sejumlah wilayah Asia sepanjang April, termasuk Jalur Gaza, kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan iklim.

Laporan tersebut disampaikan oleh World Weather Attribution initiative (WWA) dalam laporan terbarunya.

Baca juga: Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

WWA melaporkan, pemanasan global membuat suhu di Israel, Palestina, Suriah, Lebanon, dan Yordania melonjak di atas 40 derajat celsius pada bulan lalu.

Perubahan iklim menyebabkan panas di wilayah ini lima kali lebih besar. Suhu di kawasan ini juga lebih tinggi 1,7 derajat celsius dibandingkan sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar.

Dilansir dari CNN, Selasa (14/5/2024), jumlah pengungsi di Gaza mencapai 1,7 orang sangat kesulitan mendapatkan akses air, makanan, dan kesehatan.

Ditambah gelombang panas yang mematikan, para pengungsi di Jalur Gaza yang sudah menjadi korban keganasan Israel semakin menderita.

Baca juga: BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

Mereka berdesakan di tenda-tenda darurat dan tempat berlindung, yang sering kali hanya ditutup terpal, tidak mampu menahan panas terik yang tak henti-hentinya.

Setidaknya tiga orang, termasuk dua anak-anak, dilaporkan meninggal karena panas, lapor WWA.

Konsultan di Pusat Iklim Palang Merah Bulan Sabit Merah Carolina Pereira Marghidan mengatakan, panas ekstrem memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza.

"Dan secara umum mereka tinggal di tempat penampungan yang penuh sesak dan memerangkap panas, atau tinggal di luar ruangan," ujar Marghidan.

Baca juga: Ratusan Ribu Ikan di Vietnam Mati saat Gelombang Panas

Tidak hanya Gaza

Gaza tidak sendirian. Gelombang panas melanda wilayah luas di Asia sepanjang April.

Gelombang panas menjadi lebih intens dan kemungkinan besar disebabkan oleh krisis iklim menurut WWA.

WWA membagi laporannya ke tiga wilayah yakni Asia Barat, Filipina, dan wilayah yang mencakup Asia Selatan dan Tenggara.

Di Asia Barat, analisis difokuskan pada wilayah Palestina, Suriah, Lebanon, Israel, dan Yordania.

Baca juga: PLTS Selamatkan Eropa dari Krisis Energi akibat Gelombang Panas

Menurut temuan WWA, gelombang panas yang melanda Filipina pada bulan April tidak akan mungkin terjadi tanpa krisis iklim.

Myanmar, Laos, dan Vietnam juga mengalami hari terpanas yang memecahkan rekor pada April.

Di India, suhu melonjak hingga 46 derajat celsius. Bangladesh dan Thailand juga mengalami suhu terik di bulan April.

"Dari Gaza, Delhi, hingga Manila, banyak orang menderita dan meninggal ketika suhu di Asia melonjak pada April," kata Friederike Otto dari Imperial College London, bagian dari tim studi WWA.

Baca juga: Wanita Jadi Kelompok Paling Parah Terdampak Gelombang Panas

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau