KOMPAS.com - Selain menghadapi gempuran Israel hingga menyebabkan krisis kemanusiaan, warga di Jalur Gaza juga menderita akibat gelombang panas.
Gelombang panas mematikan yang menerjang sejumlah wilayah Asia sepanjang April, termasuk Jalur Gaza, kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan iklim.
Laporan tersebut disampaikan oleh World Weather Attribution initiative (WWA) dalam laporan terbarunya.
Baca juga: Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim
WWA melaporkan, pemanasan global membuat suhu di Israel, Palestina, Suriah, Lebanon, dan Yordania melonjak di atas 40 derajat celsius pada bulan lalu.
Perubahan iklim menyebabkan panas di wilayah ini lima kali lebih besar. Suhu di kawasan ini juga lebih tinggi 1,7 derajat celsius dibandingkan sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar.
Dilansir dari CNN, Selasa (14/5/2024), jumlah pengungsi di Gaza mencapai 1,7 orang sangat kesulitan mendapatkan akses air, makanan, dan kesehatan.
Ditambah gelombang panas yang mematikan, para pengungsi di Jalur Gaza yang sudah menjadi korban keganasan Israel semakin menderita.
Baca juga: BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan
Mereka berdesakan di tenda-tenda darurat dan tempat berlindung, yang sering kali hanya ditutup terpal, tidak mampu menahan panas terik yang tak henti-hentinya.
Setidaknya tiga orang, termasuk dua anak-anak, dilaporkan meninggal karena panas, lapor WWA.
Konsultan di Pusat Iklim Palang Merah Bulan Sabit Merah Carolina Pereira Marghidan mengatakan, panas ekstrem memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza.
"Dan secara umum mereka tinggal di tempat penampungan yang penuh sesak dan memerangkap panas, atau tinggal di luar ruangan," ujar Marghidan.
Baca juga: Ratusan Ribu Ikan di Vietnam Mati saat Gelombang Panas
Gaza tidak sendirian. Gelombang panas melanda wilayah luas di Asia sepanjang April.
Gelombang panas menjadi lebih intens dan kemungkinan besar disebabkan oleh krisis iklim menurut WWA.
WWA membagi laporannya ke tiga wilayah yakni Asia Barat, Filipina, dan wilayah yang mencakup Asia Selatan dan Tenggara.
Di Asia Barat, analisis difokuskan pada wilayah Palestina, Suriah, Lebanon, Israel, dan Yordania.
Baca juga: PLTS Selamatkan Eropa dari Krisis Energi akibat Gelombang Panas
Menurut temuan WWA, gelombang panas yang melanda Filipina pada bulan April tidak akan mungkin terjadi tanpa krisis iklim.
Myanmar, Laos, dan Vietnam juga mengalami hari terpanas yang memecahkan rekor pada April.
Di India, suhu melonjak hingga 46 derajat celsius. Bangladesh dan Thailand juga mengalami suhu terik di bulan April.
"Dari Gaza, Delhi, hingga Manila, banyak orang menderita dan meninggal ketika suhu di Asia melonjak pada April," kata Friederike Otto dari Imperial College London, bagian dari tim studi WWA.
Baca juga: Wanita Jadi Kelompok Paling Parah Terdampak Gelombang Panas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya