Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita, Komnas Perempuan Serukan Mekanisme Pengawasan Femisida 

Kompas.com - 08/04/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyerukan mekanisme pengawasan femisida sebagai respons atas pembunuhan jurnalis Juwita di Banjarbaru, Kalimantan Selatan oleh tersangka Jumran, oknum prajurit TNI Angkatan Laut (AL) berpangkat Kelasi Satu.

Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor dalam keterangan tertulisnya meminta Presiden RI untuk memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan mengkoordinasikan pembentukan mekanisme pengawasan femisida.

Mekanisme pengawasan femisida penting untuk mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan, dan pemulihan terhadap keluarga korban dengan kementerian atau lembaga terkait.

Baca juga: Sepanjang 2024 Ada 73 Jurnalis Alami Kekerasan, 1 Dibunuh

"Komnas Perempuan mengingatkan bahwa negara diharapkan segera membangun mekanisme pencegahan agar kekerasan dalam relasi personal yang berakhir dengan kematian dapat dihentikan," kata Maria dikutip dari siaran pers, Minggu (6/4/2025). 

Secara hukum, ujar Maria, penanganan kasus femisida menggunakan ketentuan tindak pidana penghilangan nyawa atau tindak pidana yang menyebabkan kematian.

Oleh karenanya, penting adanya pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin, termasuk mengenali motif dan modus kekerasan berbasis gender yang menyertainya. 

"Faktor tersebut penting untuk dipertimbangkan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan pemberatan hukuman, khususnya dalam menerapkan pasal-pasal terkait yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, dan UU TPKS yang mengakibatkan kematian pada perempuan korban," jelas Maria.

Baca juga: Tantangan Jurnalis Saat Alami Kekerasan, Lambatnya Aparat Hukum

Komnas Perempuan memandang, kasus pembunuhan jurnalis Juwita harus ditangani secara transparan dan akuntabel.

Selain itu, penanganannya juga harus mengungkap kejelasan mengenai penyebab kematian, termasuk ada atau tidaknya keterkaitan kasus pembunuhan dengan berita dan aktivitas yang dilakukannya sebagai jurnalis. 

Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan hak korban dan keluarganya yaitu hak atas kebenaran. 

"Komnas Perempuan juga mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban dalam proses hukum yang tengah berjalan, seperti restitusi dan pemulihan untuk keluarga korban," ujar Maria.

Baca juga: AJI Indonesia: Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan Harus Diintervensi

Maria meminta Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI AL (Denpom Lanal) Banjarmasin melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus femisida secara transparan dan komprehensif.

"Dengan menggali fakta terkait relasi kuasa, rentetan bentuk kekerasan, ancaman, dan upaya manipulasi atau kekerasan seksual yang dilakukan pelaku," jelasnya.

Dia juga mengingatkan, ada ketentuan hukum yang jelas terkait pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh anggota militer aktif untuk tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Selain itu, dia juga mendorong kepastian pelaksanaan UU TPKS digunakan dalam kasus ini.

"Mengingat dugaan adanya kekerasan seksual berulang yang dialami oleh korban," tutur Maria.

Baca juga: 45 Persen Jurnalis Alami Kekerasan, Perempuan Paling Rentan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau