KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mengungkapkan, ada tiga tantangan besar yang dihadapi jurnalis ketika mengalami tindakan kekerasan.
Salah satunya adalah keengganan untuk melaporkan tindakan kekerasan itu kepada pihak berwajib.
“Alasan keengganan melaporkan tindak kekerasan ini karena melihat kasus sebelumnya yang sudah dilaporkan dan tidak ada kemajuan di kepolisian,” ujar Ade saat peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 yang dirilis Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix, Kamis (28/3/2024).
Tantangan kedua, ia menambahkan, karena aparat penegak hukum yang lambat dalam menuntaskan kasus kekerasan yang dialami jurnalis.
Baca juga: Pekerjaan Hijau Jadi Peluang Lulusan Sekolah Vokasi
Kemudian, tantangan ketiga adalah perusahaan media tersebut yang kadang di tengah jalan menarik laporan tersebut dari pihak berwajib dengan berbagai alasan.
Sebagaimana diketahui, keselamatan jurnalis Indonesia masih belum sepenuhnya terjamin. Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 berada pada skor 59,8 dari 100 atau masuk dalam kategori “Agak Terlindungi”.
Skor ini diantaranya disumbang oleh angka kekerasan yang dialami jurnalis baik yang dihimpun melalui survei maupun dari kasus yang ditangani oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sepanjang 2023.
Melalui survei terhadap 536 responden, sebanyak 45 persen responden mengaku pernah mengalami kekerasan. Adapun data AJI menunjukkan angka kekerasan terhadap jurnalis mencapai 87 kasus atau naik 16 kasus dari tahun sebelumnya.
Bentuk kekerasan paling banyak berupa pelarangan liputan (45 persen), pelarangan pemberitaan (44 persen), dan teror serta intimidasi (39 persen).
Sementara itu, Direktur KBR Media Citra Prastuti mengakui tidak semua perusahaan media punya sumber daya untuk melakukan pelatihan keselamatan untuk jurnalis.
Oleh karena itu, biasanya pelatihan keselamatan terhadap jurnalis dilakukan oleh pihak eksternal.
Baca juga: Ini 3 Posisi Pekerjaan Dunia Startup yang Banyak Dicari di Indonesia
“Kami biasanya menerapkan sistem ToT (training on trainer) terkait pelatihan keselamatan untuk jurnalis. Ini karena memang perusahaan belum mampu melakukan sendiri tapi memang betul keselamatan jurnalis merupakan sesuatu yang penting,” ungkap Citra.
Sebagai informasi, menurut Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, ancaman terhadap keselamatan para datang dari berbagai pihak.
Saat ditanyakan mengenai potensi ancaman keselamatan, jurnalis menyebut mulai dari Ormas 29 persen, negara melalui polisi 26 persen dan pejabat pemerintah 22 persen, aktor politik 14 persen, hingga perusahan media 7 persen. Sisanya, 4 persen menyebut aktor lainnya.
Selain potensi ancaman dari negara lewat aparaturnya, umumnya jurnalis menilai undang-undang (UU) seperti UU PDP, UU ITE dan UU KUHP dapat mengancam keselamatan mereka saat bekerja.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya