JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan, mengatakan RI bisa memaksimalkan ekspor produk perikanan seperti udang beku ke Jepang, China, Taipei, dan Malaysia imbas adanya perang dagang Amerika Serikat.
Selain itu, pasar Eropa seperti Spanyol dan Perancis juga perlu dikembangkan untuk menjadi tujuan utama ekspor udang.
"Pemerintah Indonesia juga harus segera mengeksekusi kerja sama perdagangan yang lebih konkret untuk mengakselerasi ekspor ke pasar Inggris, Belanda, Denmark dan Jerman untuk produk udang olahan," ungkap Dani dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025).
Dia membeberkan, komoditas utama ekspor perikanan Indonesia sendiri mencakup udang, tuna, cakalang, tongkol (TCT), cumi, sotong, gurita, rajungan, kepiting, layur, gulama, tilapia, hingga lobster.
Baca juga: Ahli Wanti-wanti Perang Dagang Trump Bisa Ancam Pembangunan Berkelanjutan
Sebagian komoditas ini masih mengandalkan ekspor dalam bentuk produk segar ataupun beku sesuai dengan permintaan pasar global.
Dani mencatat, produk makanan laut Indonesia memiliki pasar yang besar di AS. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) negara tujuan ekspor perikanan selama 2024 ialah AS, dengan nilai 1,90 miliar dolar AS atau 32 persen total nilai ekspor perikanan Indonesia.
"Ke depan, orientasi produksi perikanan Indonesia terutama untuk ekspor juga harus mengarah pada penguatan industri pengolahan atau hilirisasi," jelas Dani.
"Pengembangan industri pada produk-produk turunan dari komoditas perikanan dan kelautan yang potensi pasarnya cukup besar, harus dirancang dan dieksekusi segera," imbuh dia.
Baca juga: Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS
Hal ini dilakukan guna menghasilkan nilai tambah yang lebih besar sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Produk perikanan lainnya yang berpotensi terdampak kenaikan tarif impor AS ialah tuna, cakalang, tongkol. Dani menyampaikan, selama ini Indonesia menikmati tarif yang cukup rendah hingga nol persen pada produk tuna hidup, beku, dan fillet di pasar AS.
"Kebijakan tarif impor Donald Trump menimbulkan goncangan, bahkan kerusakan pada sistem perdagangan internasional yang gencar dipromosikan AS pasca Perang Dunia ke-2. Negara-negara meresponnya dengan berbeda, melakukan tindakan balasan atas produk impor dari AS atau memilih jalan yang lebih lunak melalui negosiasi," ucap Dani.
Baca juga: Punya Potensi Melimpah, Industri Perikanan Bisa Serap Tenaga Kerja
Nampaknya, lanjut dia, pemerintah Indonesia bakal melakukan negosiasi lantaran dianggap memiliki risiko yang lebih kecil. Kendati cara ini tidak segera menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara, tetapi akan membuat Trump merasa senang.
"Kebijakan tarif baru AS merupakan alat penekan kepada Indonesia untuk membeli lebih banyak barang dari AS dan mengurangi hambatan terhadap impor tersebut. Termasuk kemungkinan menyasar pada pembatasan kebijakan strategis Presiden Prabowo seperti hilirisasi sumber daya alam," kata dia,
Dani berpandangan, kenaikan tarif juga akan memberikan tekanan pada sektor industri pakaian dan sepatu yang selama ini menghadapi tantangan dari pesaing utama seperti China, Vietnam, Bangladesh, maupun Kamboja.
Karenanya, pemerintah dinilai harus segera menavigasi dampak kebijakan tarif Trump terhadap sektor-sektor padat karya secara akurat dan merumuskan solusi yang tepat.
Baca juga: AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya