Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/04/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) saat ini semakin menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Dari membuat konten, mencari ide, penggunaannya untuk analisis di perusahaan besar, hingga alat untuk bertukar cerita, keterlibatan AI semakin meningkat.

Ketika dunia sedang menghadapi krisis iklim, AI juga menunjukkan kebergunaannya. Di Cambridge University, para menggunakan AI untuk berbagai analsisis dari pemodelan iklim hingga perencanaan penggunaan lahan.

Baca juga: Alat AI diluncurkan untuk menandai risiko greenwashing di perusahaan

Di Oxford University, para peneliti mengembangkan AI sebagai sebuah alat yang menjanjikan untuk membuat aksi lingkungan dari perusahaan lebih transparan. 

Bahkan perusahaan raksasa teknologi Google, menggembar-gemborkan manfaat dari AS mengembangkan berbagai alat untuk meningkatkan ketahanan iklim.

Terlepas dari semua kegunaan AI, muncul kekhawatiran atas kontribusinya yang berpotensi signifikan terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) global.

Laporan dari Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) menunjukkan, AI membuat permintaan listrik meningkat pesat. 

Pusat data, yang menjadi tulang punggung sistem AI, diproyeksikan akan melipatgandakan permintaan energinya dalam lima tahun ke depan.

IEA memproyeksikan, pada tahun 2030, permintaan listrik pusat data akan meningkat menjadi sekitar 945 terawatt jam (TWh) alias lebih dari seluruh konsumsi listrik Jepang.

Namun, laporan IEA juga menunjukkan bahwa AI memiliki potensi untuk memangkas emisi di tempat lain. Dikatakan bahwa jika diadopsi dengan cara yang benar, operasionalnya dapat mengimbangi emisi GRK tambahan yang dihasilkannya.

Baca juga: Google Tingkatkan kinerja AI Untuk Mendukung Keberlanjutan

Kebutuhan energi AI

ilustrasi pusat dataedie ilustrasi pusat data

Operasional AI membutuhkan energi listrik dalam jumlah besar. Daya ini diperlukan untuk mendukung untuk mendukung model bahasa yang besar berasal dari ribuan server yang ditempatkan di pusat data.

Saat ini, pusat data tersebar di seluruh dunia. Konsentrasi paling besar terletak di Amerika Serikat (AS) dengan 5.381 fasilitas alias 40 persen dari pasar global. 

Negara lain dengan kehadiran pusat data yang besar di antaranya adalah Inggris, Jerman, India, Australia, Perancis, dan Belanda.

Pada 2023, pusat data untuk AI menyumbang sekitar 1,5 persen dari total konsumsi listrik global. Diproyeksikan, AI akan mengonsumsi lebih banyak lagi di tahun-tahun mendatang.

Baca juga: AI Pengaruhi 40 Persen Pekerjaan di Seluruh Dunia

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Machine Learning menemukan, pelatihan model OpenAI ChatGPT menghabiskan 1.287 megawatt jam (MWh) listrik.

Konsumsi listrik tersebut menghasilkan karbon dioksida setara 80 penerbangan jarak pendek di Eropa.

Computing and Climate Impact Fellow dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Noman Bashir menyampaikan, AI membutuhkan kepadatan energi yang lebih besar dibandingkan proses komputasi biasanya,

"Pada dasarnya, ini hanyalah komputasi. Tetapi klaster pelatihan AI generatif mungkin mengonsumsi energi tujuh atau delapan kali lebih banyak daripada beban kerja komputasi biasa," kata Bashir, dikutip dari Euronews.

Kecanggihan AI juga perlu menjadi perhatian. Penggunaan AI untuk video, gambar, dan audio kemungkinan akan lebih haus energi.

Baca juga: Peneliti UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini TBC Berbasis AI

Berlebihan

Ilustrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). SHUTTERSTOCK/GOLDEN SIKORKA Ilustrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Di sisi lain, menurut IEA, kekhawatiran bahwa AI akan memperparah krisis iklim karena borosnya konsumsi listriknya adalah berlebihan.

Meski AI dan emisi yang dihasilkannya meningkat, pusat datanya masih akan menjadi kontributor kecil terhadap emisi dunia yang diperkirakan 1,5 persen.

Lebih lanjut, adopsi AI yang meluas dapat membuat sejumlah aktivitas lebih efisien, mengurangi emisi di sektor lain.

IEA memperkirakan, penerapan AI yang lebih luas dapat menghasilkan pengurangan emisi hingga 5 persen pada 2035. Diklaim bahwa ini akan mengimbangi peningkatan emisi yang dihasilkan oleh permintaan pusat data.

Laporan terpisah dari Energy Intelligence memperkirakan, permintaan energi akan berlipat ganda. Di sini, AI berperan sebagai pendorong utama transisi energi bersih.

Baca juga: Bisnis Jajaki AI untuk Keberlanjutan, tetapi Khawatir Biaya Energi

Peran AI dalam transisi energi adalah penggunaannya adalah manajemen jaringan yang lebih cerdas, pengurangan biaya teknologi rendah karbon, dan peningkatan integrasi energi terbarukan.

Meskipun laporan IEA memandang positif masa depan AI dan dampaknya terhadap iklim, laporan tersebut mewanti-wanti hasil implementasinya di tahun-tahun mendatang.

"Penting untuk dicatat bahwa saat ini tidak ada momentum yang dapat memastikan adopsi aplikasi AI ini secara luas," kata laporan tersebut.

Mempertimbangkan gagasan AI yang dapat "menebus" emisi dari pusat datanya juga perlu dipertimbangkan dalam konteksnya. 

Karbon dioksida tetap berada di atmosfer selama ratusan tahun. Apabila AI akhirnya menemukan cara untuk mengurangi emisi lebih banyak daripada yang dihasilkannya, teknologi ini tidak akan bisa menghilangkan dampaknya atas prosesnya.

"Penerapan aplikasi AI yang ada secara luas dapat menghasilkan pengurangan emisi yang jauh lebih besar daripada emisi dari pusat data, tetapi juga jauh lebih kecil daripada yang dibutuhkan untuk mengatasi perubahan iklim," bunyi laporan IEA menyimpulkan.

Baca juga: Mengapa Perusahaan AI Seolah Berubah Menjadi Perusahaan Energi?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

KG Media Berkomitmen soal Kredibilitas dan Independensi Lestari Awards

KG Media Berkomitmen soal Kredibilitas dan Independensi Lestari Awards

Swasta
Zulhas: Banyak Investor Antre untuk Kelola Sampah tapi Terkendala Aturan

Zulhas: Banyak Investor Antre untuk Kelola Sampah tapi Terkendala Aturan

Pemerintah
Selamatkan Badak Sumatera dari Kepunahan, Peneliti IPB Pikirkan Metode Bayi Tabung

Selamatkan Badak Sumatera dari Kepunahan, Peneliti IPB Pikirkan Metode Bayi Tabung

LSM/Figur
Masyarakat Indonesia Timur Diminta Waspada Cuaca Ekstrem Imbas Bibit Siklon Tropis di Laut Timor

Masyarakat Indonesia Timur Diminta Waspada Cuaca Ekstrem Imbas Bibit Siklon Tropis di Laut Timor

Pemerintah
Soal Timbunan Sampah Medis di Permukiman Karawang, DLHK: Kelalaian Rumah Sakit

Soal Timbunan Sampah Medis di Permukiman Karawang, DLHK: Kelalaian Rumah Sakit

Pemerintah
Perkembangan AI: Solusi atau Justru Memperparah Krisis Iklim?

Perkembangan AI: Solusi atau Justru Memperparah Krisis Iklim?

LSM/Figur
La Nina Dinyatakan Berakhir, Bagaimana Dampaknya di Indonesia?

La Nina Dinyatakan Berakhir, Bagaimana Dampaknya di Indonesia?

Pemerintah
Pertumbuhan PLTU Batu Bara Dunia Turun, Bagaimana Indonesia?

Pertumbuhan PLTU Batu Bara Dunia Turun, Bagaimana Indonesia?

LSM/Figur
Danantara: Bisnis Pengolahan Sampah Bisa Balik Modal 5 Tahun

Danantara: Bisnis Pengolahan Sampah Bisa Balik Modal 5 Tahun

Pemerintah
KLH Tak Kesampingkan Isu Polutan Berbahaya Pemicu Kanker dari PLTSa

KLH Tak Kesampingkan Isu Polutan Berbahaya Pemicu Kanker dari PLTSa

Pemerintah
Perusahaan Jerman Tingkatkan Fasilitas Daur Ulang Tembaga Di AS

Perusahaan Jerman Tingkatkan Fasilitas Daur Ulang Tembaga Di AS

Swasta
Konsumsi BBM Lebaran 2025 Turun dari 2024, KESDM: Kendaraan Listrik Naik

Konsumsi BBM Lebaran 2025 Turun dari 2024, KESDM: Kendaraan Listrik Naik

Pemerintah
AS Keluar dari Pembicaraan Penting soal Pengurangan Polusi Kapal Laut

AS Keluar dari Pembicaraan Penting soal Pengurangan Polusi Kapal Laut

Swasta
Tak Ada Kapal Laut, 4.000 Masyarakat Adat di Enggano Terancam Terisolasi

Tak Ada Kapal Laut, 4.000 Masyarakat Adat di Enggano Terancam Terisolasi

Pemerintah
Kapal Pesiar Bertenaga Hidrogen Pertama Di Dunia Akan Segera Diluncurkan

Kapal Pesiar Bertenaga Hidrogen Pertama Di Dunia Akan Segera Diluncurkan

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau