Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Mahasiswa Minta Keterwakilan Perempuan Hakim MK Minimal 30 Persen

Kompas.com - 24/04/2025, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Enam mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) meminta aturan mengenai keterwakilan perempuan dalam komposisi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) minimal 30 persen.

Keenam mahasiswa tersebut terdiri atas Aulia Shifa Salsabila, Meika Yudiastriva, Safira Ika Maharani, Nadia Talitha Ivanadentrio, Dzaky Alfakhri, dan Satrio Anggito Abimanyu.

Mereka mengajukan uji materi Pasal 18 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Perempuan, Tambang, dan Masa Depan Berkelanjutan

"Pemohon I–IV (seluruhnya perempuan) bercita-cita menjadi hakim MK. Namun, Pasal 18 ayat (1) UU MK tentang pengangkatan atau pengisian hakim tidak diatur terkait partisipasi atau kuota perempuan sebagai calon hakim MK," kata Safira dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

Menurut dia, ketiadaan aturan yang jelas terkait kuota keterwakilan perempuan tersebut menyebabkan pengangkatan atau pengisian hakim MK perempuan menjadi tidak pasti dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Mereka menuturkan, ketiadaan aturan tersebut juga akan berdampak terhadap laki-laki apabila dalam seleksi hakim konstitusi ke depannya, ternyata membutuhkan calon hakim perempuan.

Para pemohon juga membandingkan komposisi hakim konstitusi di Indonesia dengan hakim di MK, Mahkamah Agung, atau setingkat di negara lain.

Baca juga: Hari Bumi, Panggilan pada Perempuan untuk Jadi Penggerak Keberlanjutan

Mereka membeberkan, pergantian hakim konstitusi RI sejak 2003 hingga 2024 didominasi oleh laki-laki, yakni sebesar 96,875 persen, sedangkan perempuan hanya 3,125 persen. 

Adapun hakim konstitusi perempuan sejak MK didirikan pada 2003 hanya dua, yakni Maria Farida Indrati dan Enny Nurbaningsih.

Sementara itu, hakim konstitusi Korea Selatan, hakim Mahkamah Persekutuan Malaysia, hakim konstitusi Austria, hakim Supreme Court Amerika Serikat, dan hakim konstitusi Jerman cenderung seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Oleh sebab itu, para mahasiswi tersebut menilai, Pasal 18 ayat (1) UU MK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Baca juga: Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita, Komnas Perempuan Serukan Mekanisme Pengawasan Femisida 

Adapun pasal yang diuji berbunyi, "Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh Presiden, ditetapkan dengan keputusan Presiden."

Para pemohon meminta agar pasal tersebut diubah menjadi, "Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh Presiden, dengan memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen untuk selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Presiden."

Di akhir sidang, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur meminta para pemohon memaknai dasar gender dalam pengujian suatu norma. 

Sebab, tindakan afirmasi berupa 30 persen keterwakilan perempuan bisa berdampak buruk bagi hak-hak perempuan jika ditempatkan pada konteks yang keliru.

Baca juga: Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita, Komnas Perempuan Serukan Mekanisme Pengawasan Femisida 

Hal senada juga disampaikan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Dia menyebut hakim MK merupakan jabatan yang didapatkan melalui seleksi tertentu sehingga pemberlakuan tindakan afirmasi perlu didalami lebih lanjut.

"Kalau kemudian ini dikabulkan, bagaimana dampaknya kepada selected official yang lain? Apakah aksi afirmatif itu masih dimungkinkan tidak menimbulkan diskriminasi atau justru kemudian timbul diskriminasi dalam proses seleksi tersebut?" kata Enny.

Para pemohon diberikan waktu 14 hari jika ingin memperbaiki permohonannya. Naskah perbaikan diterima selambat-lambatnya oleh Kepaniteraan MK pada 6 Mei 2025.

Baca juga: Perempuan Berperan Penting saat Bencana, Butuh Kebijakan Berperspektif Gender

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Kapasitas Nuklir Dunia Terus Tumbuh, Diprediksi 494 GW pada 2035

Kapasitas Nuklir Dunia Terus Tumbuh, Diprediksi 494 GW pada 2035

Swasta
Gas Bumi untuk Transisi Energi Dinilai Jadi Beban Ekonomi di Masa Depan

Gas Bumi untuk Transisi Energi Dinilai Jadi Beban Ekonomi di Masa Depan

LSM/Figur
Jadi Tuan Rumah KTT Iklim COP30, Brasil Bujuk China hingga Eropa Lebih Ambisius

Jadi Tuan Rumah KTT Iklim COP30, Brasil Bujuk China hingga Eropa Lebih Ambisius

Pemerintah
Agni Project, Berdayakan Disabilitas untuk Bikin Produk Berkelanjutan

Agni Project, Berdayakan Disabilitas untuk Bikin Produk Berkelanjutan

LSM/Figur
RI Perlu Pensiunkan 72 PLTU, Cegah Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celsius

RI Perlu Pensiunkan 72 PLTU, Cegah Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celsius

LSM/Figur
KLH Targetkan Industri Semen Bisa Olah Limbah Jadi RDF

KLH Targetkan Industri Semen Bisa Olah Limbah Jadi RDF

Pemerintah
Dukung Konservasi Hutan, ABC Tanam 1.000 Pohon di Pasuruan

Dukung Konservasi Hutan, ABC Tanam 1.000 Pohon di Pasuruan

Swasta
6 Mahasiswa Minta Keterwakilan Perempuan Hakim MK Minimal 30 Persen

6 Mahasiswa Minta Keterwakilan Perempuan Hakim MK Minimal 30 Persen

LSM/Figur
Alarm Serius dari Himalaya, Salju Capai Titik Terendah dalam 23 Tahun

Alarm Serius dari Himalaya, Salju Capai Titik Terendah dalam 23 Tahun

LSM/Figur
RUPTL Segera Disahkan, Realisasi PLTN Ditarget 500 MW sampai 2035

RUPTL Segera Disahkan, Realisasi PLTN Ditarget 500 MW sampai 2035

Pemerintah
Langkah Hijau, LEGO Resmikan Pabrik Ramah Lingkungan di Vietnam

Langkah Hijau, LEGO Resmikan Pabrik Ramah Lingkungan di Vietnam

Swasta
BMKG: Modifikasi Cuaca Turunkan Keekstreman Hujan selama LebaranĀ 

BMKG: Modifikasi Cuaca Turunkan Keekstreman Hujan selama LebaranĀ 

Pemerintah
IMF: AI Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Biaya Emisi Karbon Bisa Dikelola

IMF: AI Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Biaya Emisi Karbon Bisa Dikelola

Pemerintah
Bilang 'Tolong' dan 'Terima Kasih' di ChatGPT Malah Berkontribusi terhadap Perubahan Iklim

Bilang "Tolong" dan "Terima Kasih" di ChatGPT Malah Berkontribusi terhadap Perubahan Iklim

Swasta
Google Teken Perjanjian Energi Angin Lepas Pantai Pertama di Asia

Google Teken Perjanjian Energi Angin Lepas Pantai Pertama di Asia

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau