Dia mulai sadar, gaya hidup fast fashion menyumbang limbah besar. Pakaian sulit terurai dan hanya menambah beban sampah di bumi.
Dari media sosial, dia juga mengenal decluttering dan konsumsi sadar yang ternyata punya semangat yang sama dengan yang dilakukannya.
Perlahan, ia berbagi kisah dan refleksi hidupnya melalui akun Instagram @lyfewithless yang kini telah diikuti lebih dari 130 ribu orang.
"Aku pengen kasih tahu kalau cara hidup seperti ini tuh menyenangkan, lebih menyenangkan dibanding belanja barang baru setiap bulan,” jelas Chynthia.
@lyfewithless berkembang menjadi komunitas berbasis kesadaran lingkungan.
Salah satu inisiatifnya adalah program Silang Saling, yaitu kegiatan tukar-menukar barang layak pakai agar tidak berakhir di tempat sampah.
“Misalkan bosan sama suatu barang, daripada ditumpuk dan ujung-ujungnya dibuang, lebih baik ditukar dengan orang yang membutuhkan. Itu upaya untuk memperpanjang umur barang,” jelas Cynthia.
Lebih dari Slow Fashion: Mengubah Pola Konsumsi
Menurut Chynthia, gaya hidup berkelanjutan bukan hanya tentang mengenakan pakaian bekas atau produk ramah lingkungan, tapi soal menghargai setiap barang hingga akhir masa pakainya.
"Setiap barang yang kita gunakan nggak harus baru kok. Barang-barang lama bisa kita perpanjang umurnya," katanya.
Ia menyebutnya sebagai “low consumption lifestyle.”
Setiap produk punya jejak karbonnya sendiri, dari proses produksi, kemasan, sampai distribusi. Memperpanjang usia barang adalah langkah sederhana tapi dampaknya besar untuk bumi
Chyntia menyoroti limbah dari barang baru, dari packaging hingga label-label. Dengan memperpanjang penggunaan barang, setidaknya kita bisa menahan laju penambahan limbah di TPA.
Hidup Berkelanjutan: Pilihan Sadar, Bukan Keterpaksaan
Jika dulu ia hidup minimalis karena terpaksa, kini Chynthia menjalaninya dengan penuh kesadaran. Baginya, hidup berkelanjutan adalah tentang memilih untuk tidak merampas hak hidup makhluk lain—baik itu manusia, hewan, maupun alam.
“Aku juga berharap lebih banyak pihak yang mau berkolaborasi di ranah keberlanjutan ini, karena perlu adanya keseimbangan antara kapitalisme, konsumerisme, dan bumi yang lebih hijau,” katanya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya