Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/04/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Perjanjian Paris atau Paris Agreement adalah sebuah pakta internasional yang dinamakan sesuai dengan tempatnya yakni Paris, Perancis.

Perjanjian Paris merupakan perjanjian internasional yang berfokus untuk membatasi emisi gas rumah kaca (GRK) untuk menangani pemanasan global dan perubahan iklim.

Perjanjian Paris diratifikasi alias disetujui oleh hampir 200 negara di seluruh dunia. Ini merupakan salah satu pakta penting di dunia dan menggerakkan komunitas internasional mengatasi perubahan iklim.

Melalui Perjanjian Paris, dunia sepakat mencegah suhu Bumi tak lebih dari 2 derajat celsius atau secara ambisius 1,5 derajat celsius dibandingkan masa sebelum Revolusi Industri.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut sejarah, isi, hasil, dan urgensi dari Perjanjian Paris.

Baca juga: Perjanjian Paris Tanpa AS, Sekjen PBB: Transisi Energi Dunia Tak Terhentikan

Sejarah Perjanjian Paris

Mulanya, Perancis menjadi tuan rumah Koferensi Para Pihak ke-21 atau  Conference of Parties 21 (COP21) yang diikuti oleh 196 negara pada 30 November sampai 11 Desember 2015.

Para peserta COP tersebut merupakan negara-negara dan pihak yang menyepakati Konvensi Rio di Brasil pada 1992. 

Sebagai latar belakang, Konvensi Rio melahirkan tiga pakta mayor yakni United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang membahas perubahan iklim, Convention on Biological Diversity (CBD) yang mencakup keanekaragaman hayati, dan United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) yang mengurus perlawanan penggurunan lahan.

COP21 di Paris merupakan pertemuan di bawah naungan UNFCC. Dalam pertemuan ini, perhatian utama peserta tertuju pada kondisi iklim dunia yang dikhawatirkan akan semakin memburuk. 

Baca juga: Ketahanan Ekonomi dan Energi RI Terancam Jika Mundur dari Perjanjian Paris

Selama COP21 Paris, seluruh pimpinan negara berdiskusi dan bernegosiasi, guna membentuk kesepakatan untuk menjalankan misi pengurangan emisi gas, demi memerangi perubahan iklim.

Hasil akhirnya, hampir 195 negara sepakat dengan rancangan perjanjian internasional yang dinamakan Paris Agreement. 

Perjanjian Paris lantas terbuka untuk ditandatangani di markas besar PBB di New York City mulai 22 April 2016 hingga 21 April 2017.

Setelah itu, Perjanjian Paris mulai berlaku pada 4 November 2016 ketika 55 pihak yang menyumbang sedikitnya 55 persen emisi gas rumah kaca global telah meratifikasinya.

Sejak saat itu, jumlah peratifikasi Perjanjian Paris semakin meningkat dan saat ini ada 195 pihak atau negara yang menandatangani.

Baca juga: AS Keluar dari Perjanjian Paris, Menteri LH Sebut RI Komitmen Tangani Isu Iklim

Isi Perjanjian Paris

Perjanjian Paris memuat berbagai pasal yang disepakati oleh hampir 200 negara yang meratifikasinya.

Kendati demikian, ada empat intisari dari isi dalam Perjanjian Paris. Berikut empat intisari isi Perjanjian Paris.

  • Berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5 derajat celsius dan di bawah 2 derajat celsius untuk tingkat praindustri. 
  • Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih.  
  • Seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya. Target ini akan ditinjau tiap lima tahun sekali, agar meningkatkan ambisi pengentasan perubahan iklim. 
  • Negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta beradaptasi dengan perubahan iklim.

Baca juga: AS Keluar dari Perjanjian Paris, Indonesia Harus Lebih Kuat Berkolaborasi

Urgensi Perjanjian Paris

Perjanjian Paris merupakan tonggak sejarah penting dalam kebijakan penanganan perubahan iklim global.

Hal itu karena untuk pertama kalinya, ada perjanjian yang mengikat hampir semua negara di seluruh dunua untuk memerangi perubahan iklim dan beradaptasi dengan dampaknya.

Tujuan utama dari Perjanjian Paris adalah untuk mencegah kenaikan suhu rata-rata Bumi dalam ambang batas yang ditentukan dibandingkan masa sebelum Revolusi Industri.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemimpin negara-negara di dunia menekankan agar membatasi suhu Bumi tidak naik lebih dari 1,5 derajat celsius pada akhir abad ini.

Pasalnya, UNFCC menuturkan bahwa apabila suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius, dunia akan menghadapi berbagai dampak perubahan iklim yang parah, seperti meningkatnya kekeringan, gelombang panas, dan bencana alam.

Baca juga: Pemerintah Tak Ambil Pusing soal AS Keluar dari Perjanjian Paris

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau