KOMPAS.com - Sektor pertanian nasional tengah menunjukkan geliat menggembirakan. Salah satunya tecermin dari rekor cadangan beras pemerintah yang tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Hingga Minggu (4/5/2025), stok di gudang Bulog tercatat mencapai 3.502.895 ton—melonjak dari 1,7 juta ton pada Januari 2025. Dalam satu bulan terakhir saja, Bulog menyerap 1,06 juta ton beras dari hasil panen petani lokal, tanpa mengandalkan impor.
Capaian yang menjadi angin segar di tengah tantangan ketahanan pangan nasional itu salah satunya datang dari pedalaman Kalimantan Timur. Tepatnya, di Desa Loh Sumber, Kutai Kartanegara—wilayah yang lebih sering diasosiasikan dengan tambang batu bara ketimbang lumbung pertanian seperti di Pulau Jawa.
BUMDes Sumber Purnama merupakan lembaga usaha milik Desa Loh Sumber yang berperan penting dalam pengembangan pertanian lokal. Dengan dukungan multipihak, BUMDes ini mendorong warga untuk kembali menggarap lahan dan mengembangkan komoditas unggulan desa.
Kepala Desa Loh Sumber Sukirno yang menyaksikan langsung perubahan itu menuturkan bahwa beberapa tahun lalu, banyak anak muda di desanya lebih memilih mengejar pekerjaan tambang daripada menggarap sawah warisan orangtua.
“Bertani dianggap sebagai pekerjaan yang penuh keringat, berlumpur, dan jauh dari kesan profesi yang keren,” ucapnya.
Namun, begitu praktik pertanian mulai menerapkan sistem yang modern, ditambah adanya pendampingan teknis dan kepastian pasar, pola pikir tersebut bergeser. Bertani kembali dipandang sebagai pilihan menjanjikan.
“Dulu, ada beberapa anak muda minta bantu direkomendasikan masuk ke perusahaan tambang. Sekarang saya tawari, mereka tidak mau, malah lebih memilih jadi petani,” ucapnya.
Dalam menggeliatkan kembali pertanian, BUMDes Sumber Purnama membuka akses permodalan, menyediakan alat pertanian modern, dan menjamin hasil panen petani akan dibeli dengan harga layak.
Salah satu upaya penting yang dilakukan adalah pembelian rice milling unit senilai Rp 1,2 miliar secara swadaya. Mesin itu datang dalam bentuk komponen terpisah. Direktur BUMDes Sumber Purnama Sudarmadji dan tim memutuskan merakitnya sendiri, alih-alih menyewa teknisi.
“Kami rakit satu per satu, belajar dari nol, supaya bisa lebih hemat,” katanya.
Dengan mesin tersebut, pengolahan gabah menjadi beras bisa dilakukan dalam satu proses. Kapasitasnya sekitar satu ton per jam. Petani tak lagi harus antre di penggilingan luar desa yang kerap menambah ongkos dan waktu.
Sejak 2023, hasil panen dari lahan seluas 1,5 hektare yang dikelola petani binaan bisa mencapai 11 ton gabah bersih. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat rata-rata nasional yang berkisar 4–5 ton.
Tak hanya dari sisi kuantitas, kualitas beras juga meningkat. Varietas yang diproduksi meliputi mikongga, mayas, invari, dan pandan wangi. Produk-produk ini telah menembus pasar di Kutai Kartanegara, Samarinda, hingga Balikpapan—wilayah yang sebelumnya bergantung pada pasokan dari luar daerah.
Untuk menjaga keberlanjutan, BUMDes Sumber Purnama juga menerapkan sistem pembelian gabah dengan harga stabil, yaitu antara Rp 5.000–Rp 5.500 per kilogram, sesuai standar Dinas Pertanian Kalimantan Timur dan Bulog. Kebijakan ini memastikan pendapatan petani tetap terjaga, bahkan saat harga pasar sedang turun.
“Ketika harga gabah turun ke level Rp 1.000, kami tetap beli Rp 5.000. Namun, kalau harga naik, maksimal kami beli Rp 5.500. Dengan begitu, semua pihak tetap diuntungkan,” ujar Sukirno.
Beras produksi BUMDes itu dipasarkan dengan merek Cap Tugu. Jumlah produksinya saat ini mencapai 15–20 ton per bulan. Produk tersebut dijual sekitar Rp 10.000 per kilogram dan tersedia dalam kemasan menarik untuk berbagai segmen konsumen.
Kebangkitan lumbung pangan di Desa Loh Sumber tak bisa dilepaskan dari peran kolaborasi multipihak, termasuk dukungan dari sektor swasta dan pemerintah.
Dari sektor swasta, ada PT Multi Harapan Utama (MHU). Perusahaan tambang batu bara ini menjadi mitra aktif, bahkan turut membantu memulihkan BUMDes Sumber Purnama yang sempat mati suri akibat berbagai kendala.
Lembaga usaha desa itu aktif kembali pada September 2021 setelah mendapat pendampingan intensif dari MHU dan Universitas Kutai Kartanegara, mulai dari bantuan modal hingga pelatihan.
Adapun MHU merupakan anak usaha MMS Group Indonesia (MMSGI), perusahaan yang bergerak di sektor energi dan properti.
Untuk mendorong daya saing beras Cap Tugu, MHU memberikan dukungan yang difokuskan pada pengembangan pemasaran. Bantuan ini mencakup pengadaan mesin pengemas dan perlengkapannya senilai Rp 212 juta, serta pengadaan bahan baku kemasan sebesar Rp 75 juta.
Di sisi hulu, MHU juga berperan sebagai offtaker pada masa awal produksi. Perusahaan memborong hasil panen petani binaan untuk didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Pembelian perdana yang mencakup beras, minyak goreng, dan gula menelan biaya Rp 300 juta. Kemudian, pembelian kedua berupa beras dan sembako tambahan senilai Rp 243 juta. Bantuan ini disalurkan kepada lebih dari 1.800 warga selama pandemi Covid-19.
Secara keseluruhan, kontribusi MHU terhadap BUMDes Sumber Purnama tercatat mencapai Rp 830 juta. Selain menjamin pasar, dukungan ini juga memperkuat rantai pasok pangan desa dan sejalan dengan semangat pembangunan berkelanjutan yang melibatkan partisipasi aktif sektor swasta.
Sementara dari pemerintah, dukungan datang dalam bentuk dana aspirasi DPR RI dan vertical dryer unit skala besar dari Kementerian Pertanian.
Alat tersebut mampu mengeringkan gabah hingga sepuluh ton per jam, menjaga kualitas beras tetap optimal dan seragam. Petani pun tak lagi bergantung pada panas matahari untuk menjemur gabah, yang kerap berisiko rusak saat cuaca tak menentu.
Eks Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif yang telah berjalan.
“Mudah-mudahan langkah seperti ini bisa terus meningkatkan pendapatan para petani,” ujarnya.
Kisah sukses Desa Loh Sumber membuktikan bahwa pembangunan pertanian berkelanjutan dapat tumbuh di mana saja, bahkan di wilayah yang identik dengan industri lain.
Kisah tersebut juga mengajarkan bahwa ketika pertanian dikelola dengan ilmu, keberpihakan, dan jejaring yang solid, petani tidak lagi berjalan sendiri. Kedaulatan pangan pun tak lagi sekadar slogan, tetapi kenyataan yang perlahan tumbuh.
Lebih dari itu, upaya tersebut turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Khususnya, poin 1 (pengentasan kemiskinan), poin 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), poin 9 (infrastruktur pertanian), serta poin 12 (konsumsi dan produksi berkelanjutan).
Chief Executive Officer (CEO) MMSGI mengatakan, keberlanjutan tidak hanya tentang menjaga lingkungan, tapi juga menciptakan kemandirian ekonomi di tingkat lokal. Inisiatif warga Desa Loh Sumber untuk menjadi petani padi adalah contoh nyata masyarakat dapat berkontribusi pada ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
“Hal tersebut adalah bentuk sinergi antara program pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan dan semangat untuk tumbuh bersama,” jelasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya