KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kembali menyegel tiga entitas di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yang diduga memicu banjir Sumatera.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni menyebut, ketiga entitas itu merupakan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) berinisial JAS, AR, dan RHS.
Baca juga:
Petugas juga telah melakukan verifikasi lapangan dan olah TKP di area operasional pabrik sawit PT Tri Bahtera Srikandi (TBS) anak usaha PT Sago Nauli Plantation, PLTA Batang Toru (BT), serta PLTA PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).
“Saat ini total subyek hukum yang sudah dilakukan penyegelan dan/atau verifikasi lapangan oleh Kementerian Kehutanan berjumlah 11 entitas yaitu empat korporasi dan tujuh PHAT (JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M),” kata Raja Juli dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).
Menurut Raja Juli, di lokasi PHAT atas nama JAM, penyidik menemukan beberapa barang bukti yang diduga terkait dengan kegiatan ilegal pemanenan atau pemungutan hasil hutan di dalam hutan.
Barang bukti tersebut, antara lain 60 batang kayu bulat, 150 batang kayu olahan, ekskavator PC 200, buldozer dalam keadaan rusak, satu truk pelangsir kayu dalam keadaan rusak, dua unit mesin belah, mesin ketam, serta mesin bor.
Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) akan mendalami keterkaitan temuan barang bukti dengan penyidikan yang sedang dilakukan terhadap PHAT JAM.
Oleh sebab itu, pihaknya berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam proses pengamanan barang bukti.
Baca juga: KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Desa Garoga, desa yang hilang diterjang banjir bandang dan tanah longsor di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (6/12/2025)“Kami berharap pemerintah daerah dapat mendukung Ditjen Gakkum Kehutanan dalam penegakan hukum terhadap kasus ini mengingat dampak kejahatan ini sangat luar biasa, di samping mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan juga mengorbankan keselamatan rakyat,” jelas Raja Juli.
Berdasarkan hasil pendalaman, diduga terjadi tindak pidana pemanenan atau pemungutan hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang sebagaimana diatur Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Udang 41 Nomor 1999 tentang Kehutanan.
Kini Ditjen Gakkum Kehutanan tengah mengumpulkan barang bukti guna menentukan jaringan ekosistem pelaku kejahatan dan modus operandi perusakan kawasan hutan yang menyebabkan banjir bandang, dan tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Baca juga:
Dirjen Gakkum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho memastikan bakal mendalami motif terduga pelaku, dan fokus pada penyidikan tindak pidana di kawasan hutan dan PHAT.
Sementara itu, Gakkum Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup menangani pidana terkait kerusakan ekosistem akibat banjir.
"Tidak menutup kemungkinan penegakan hukum tidak hanya berhenti pada pelaku aktif di lapangan tetapi akan dikembangkan terhadap pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari kejahatan ini. Tentunya penyidikan tindak pidana pencucian uang dapat digunakan sebagai instrumen pelengkap," papar Dwi.
Sejauh ini, Kemenhut telah melayangkan surat pemanggilan klarifikasi kepada terduga pelaku untuk dimintai keterangan. Dwi memerinci hingga 10 Desember 2025, enam entitas menghadiri pemeriksaan.
Sementara itu, PT TPL dan PLTA BT, serta NSHE mengajukan permohonan penjadwalan ulang pada hari lain.
Baca juga: Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya