Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

PFAS Berbahaya di Jaket hingga Wajan, Bisakah Nanofiber Jadi Penggantinya?

Kompas.com - 02/06/2025, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Rizky Aflaha*

KOMPAS.com - Sadar atau tidak, banyak barang yang kita pakai sehari-hari mengandung PFAS (Per-and Polifluoroalkil Substances). PFAS adalah sejenis bahan kimia buatan dan berfungsi seperti lapisan pelindung tak terlihat yang membuat benda tidak menyerap air atau minyak.

Karena keunggulan tersebut, PFAS banyak digunakan sebagai material berbagai produk tahan air, tahan minyak, dan tahan panas seperti jaket waterproof (anti-air), wajan anti lengket, sampai kemasan makanan cepat saji.

Selain itu, PFAS juga umum dipakai dalam bahan pembuatan alat medis seperti masker medis dan alat pelindung diri. Beberapa filter air dan udara pun menggunakan lapisan berbasis PFAS untuk meningkatkan ketahanan terhadap cemaran zat asing.

Tapi, yang belum banyak disadari adalah bahan kimia ini buruk bagi lingkungan. Material PFAS dikenal sebagai “forever chemical” alias tidak dapat terurai secara alami. Imbasnya, limbah PFAS bisa mencemari tanah dan juga sumber air, sehingga mengganggu ekosistem dan mengancam keanekaragaman hayati.

Baca juga: Bahan Kimia di Plastik Sebabkan Ratusan Ribu Kematian di Dunia

Banyak studi menunjukkan bahwa PFAS juga dapat mengendap dalam tubuh manusia dan berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk kanker dan gangguan hormonal. Bahaya PFAS memicu para peneliti mengembangkan inovasi bahan alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan untuk industri, terutama untuk penyaring air dan udara.

Di antara banyaknya inovasi, nanoteknologi menjadi salah satu opsi yang paling menarik. Sebab, produk nano sangat kecil tapi efektif dan efisien serta dapat terurai di alam.

Riset saya lakukan bersama tim menemukan salah satu teknologi nano yang bisa menjadi alternatif pengganti PFAS adalah membran berbasis nanofiber.

Apa itu nanofiber?

Nanofiber merupakan serat berdiameter pada rentang nanometer (1 - 1000 nm). Dengan ukuran serat yang kecil dan sifatnya yang mudah diubah, nanofiber banyak digunakan sebagai ‘kulit pelapis’ untuk menyaring atau melindungi sesuatu.

Permintaan nanofiber kini mulai meningkat di industri tekstil, khususnya sebagai pakaian medis, karena lapisannya tidak hanya “tahan air” tapi juga “dapat bernafas” (waterproof and breathable membrane), sehingga bahannya tidak pengap. Selain itu, permintaan juga berkembang dari sektor lingkungan seperti untuk filter pengolah limbah, filter untuk mengurangi polusi udara, dan sebagainya.

Sayangnya, masih banyak pemasok nanofiber yang tetap mencampur serat ini dengan PFAS. Alasannya kembali ke ketahanan PFAS yang tak tertandingi terhadap air dan minyak, serta meningkatkan daya tahan material.

Temuan riset: kualitas membran nanofiber sebanding PFAS

Penelitian kami berhasil menunjukkan bahwa membran nanofiber saja ternyata bisa memiliki ketahanan sebanding dengan material dengan PFAS.

Kami membuat waterproof and breathable membrane nanofiber dari polivinil asetat (PVAc) dan polisulfona (PSU) yang bebas PFAS.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Pemerintah
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BUMN
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Pemerintah
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Pemerintah
Kekayaan Sumber Daya di Indonesia: Antara Berkah dan Kutukan
Kekayaan Sumber Daya di Indonesia: Antara Berkah dan Kutukan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau